REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK — Menteri Agama Prof KH Nasaruddin Umar mengajak peserta Science and Society (AICIS+) 2025 untuk merefleksikan kembali cara pandang teologinya terhadap Tuhan dan kemanusiaan. Ia menekankan pentingnya membangun ekoteologi dan menggeser paradigma dari teologi maskulin menuju teologi feminin.
“Bagi saya, ekoteologi sangat menarik untuk melihat teologi global kita di masa kini. Saya percaya Tuhan lebih feminin daripada Tuhan yang maskulin,” ujar Nasaruddin saat sambutan dalam acara AICIS+ 2025 di Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Depok, Kamis (30/10/2025).
Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta ini, dalam Islam terdapat 99 nama indah Allah (Asmaul Husna), dan sebagian besar menggambarkan sisi feminin Tuhan. “Sekitar 80 persen nama Allah bersifat feminin atau jamaliyah, sementara hanya sebagian kecil yang bersifat maskulin atau jalaliyah,” ujar dia di hadapan ratusan cendekiawan Muslim dari dalam dan luar negeri.
Ia juga mencontohkan kalimat Bismillahirrahmanirrahim yang muncul 114 kali dalam Alquran, dan kata Ar-Rahman yang disebut 57 kali. Menurutnya, itu juga menggambarkan sifat kasih sayang dan kelembutan Allah, karakter yang lebih dekat dengan nilai-nilai feminin.“Jadi, kita bisa menyimpulkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih merupakan Tuhan yang feminin daripada Tuhan yang maskulin,” kata dia.
Guru Besar dalam bidang Tafsir Alquran ini juga menyoroti kecenderungan masyarakat modern yang menurutnya semakin “hiper-maskulin”. Padahal, katanya, para nabi dalam Alquran justru menunjukkan karakter feminin seperti kasih sayang, kelembutan, dan empati.
“Dan tentu saja, semua nabi adalah nabi feminin, tidak ada nabi maskulin dalam Al-Quran. Namun, sangat menarik, mengapa orang-orang saat ini lebih maskulin atau hiper-maskulin? Jadi, kita harus mengubah teologi kita hari ini,” jelas dia.




