Kamis 11 Dec 2025 11:31 WIB

Menag: Jangan Sampai Masjid Cantik dan Indah tak Punya Akses Bagi Mereka yang tak Bisa Berjalan

Menurut Menag, aksesbilitas bukan lagi pelengkap melainkan kewajiban moral negara.

Rep: Muhyiddin/ Red: A.Syalaby Ichsan
Warga disabilitas tuna netra memasuki lokasi penyerahan santunan sosial di Masjid Syuhada, Yogyakarta, Kamis (21/9/2023). Sebanyak 88 warga tuna netra yang tergabung dalam kelompok pengajian Nurul Jannah Sleman menerima santunan tuna netra dhuafa oleh Lazis Masjid Syuhada dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW serta Milad ke-71 Masjid Syuhada. Selain penyerahan bantuan, warga tuna netra juga mengikuti tausiyah untuk menguatkan keimanan dan takwa. Program santunan tuna netra dhuafa ini seharusnya dilaksanakan setiap dua bulan sekali, namun terkadang juga harus melihat plafon  shadaqah dari jamaah terlebih dahulu.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Warga disabilitas tuna netra memasuki lokasi penyerahan santunan sosial di Masjid Syuhada, Yogyakarta, Kamis (21/9/2023). Sebanyak 88 warga tuna netra yang tergabung dalam kelompok pengajian Nurul Jannah Sleman menerima santunan tuna netra dhuafa oleh Lazis Masjid Syuhada dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW serta Milad ke-71 Masjid Syuhada. Selain penyerahan bantuan, warga tuna netra juga mengikuti tausiyah untuk menguatkan keimanan dan takwa. Program santunan tuna netra dhuafa ini seharusnya dilaksanakan setiap dua bulan sekali, namun terkadang juga harus melihat plafon shadaqah dari jamaah terlebih dahulu.

REPUBLIKA.CO.ID,TANGERANG SELATAN — Menteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk memastikan seluruh ruang publik di Indonesia benar-benar ramah bagi penyandang disabilitas. Pesan kuat itu ia sampaikan pada peringatan Hari Disabilitas Internasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (10/12/2025). 

Di hadapan ratusan penyandang disabilitas, Nasaruddin menekankan, aksesibilitas bukan lagi pelengkap, melainkan kewajiban moral negara. Semua fasilitas publik di bawah Kementerian Agama—mulai dari sekolah, madrasah, masjid, hingga kantor layanan—wajib menyediakan akses yang aman, bermartabat, dan mudah dijangkau oleh kelompok difabel. 

Baca Juga

“Maka sekolah, masjid, rumah-rumah publik, tempat-tempat publik itu harus ada akses untuk kelompok-kelompok difabel,” ujar dia. 

photo
Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan ceramah di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah di Kota Semarang, Senin (8/12/2025). - (Republika/Kamran Dikarma)

Dalam pidatonya, Nasaruddin mengkritisi fenomena bangunan ibadah yang indah secara arsitektur namun tidak ramah bagi jamaah penyandang disabilitas. Menurut dia, keindahan masjid akan kehilangan makna jika hanya dinikmati sebagian orang.

“Jangan sampai masjidnya cantik dan indah, tetapi tidak ada akses untuk mereka yang tidak bisa berjalan kaki naik ke lantai atas. Jangan-jangan nanti kita sendiri yang tidak bisa naik ke balkon dan harus sholat di luar karena tidak ada akses,” ucapnya.

Ia menilai, Indonesia sebagai negara dengan umat Islam terbesar seharusnya menjadi teladan dunia dalam menciptakan fasilitas publik yang inklusif. Ia bahkan menyebut sejumlah negara Barat lebih maju dalam menyediakan sistem pembayaran, layanan transportasi, dan bangunan publik yang ramah bagi tunanetra, tunarungu, dan pengguna kursi roda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement