REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG — Menteri Agama (Menag) Prof KH Nasaruddin Umar menekankan pentingnya teoekologi untuk menangani problem perusakan lingkungan hidup. Menurut dia, penggunaan bahasa agama berpotensi lebih efektif dalam mencegah aksi perusakan lingkungan.
Menag mengungkapkan, dia telah mengenalkan dan membawa konsep ekoteologi ke Kementerian Agama (Kemenag) sejak dilantik menjadi Menag. "Pada waktu itu saya melihat bahwa problem besar bangsa bahkan dunia di masa depan adalah problem lingkungan hidup. Nah, tidak mungkin bisa melakukan pemeliharaan lingkungan hidup dengan menggunakan bahasa politik, bahasa birokrasi. Tapi yang paling efektif itu adalah menggunakan bahasa agama,"ujar Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut saat diwawancara di Kantor Wilayah Kemenag Jawa Tengah (Jateng) di Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (8/12/2025).
Dia menilai, doktrin agama dapat digunakan dalam isu lingkungan hidup. "Misalnya, kita dapat pahala kalau merawat lingkungan dan berdosa kalau kita merusak lingkungan. Jadi kalau konsep dosa/pahala ini dipakai untuk memelihara lingkungan, itu akan lebih efektif daripada bahasa-bahasa hukum,"kata dia.
Nasaruddin mengungkapkan, meski saat ini sudah ada peraturan hukum yang melarang perusakan lingkungan, hal tersebut masih terus terjadi. "Tapi kalau agama yang memberikan teguran, 'Ini dosa loh kalau kita melakukan seperti ini'. Inilah pentingnya menggunakan bahasa agama dalam rangka memelihara lingkungan hidup," ujarnya.
Ketika memberikan ceramah di hadapan para pegawai Kanwil Kemenag Jateng, Nasaruddin turut menyinggung tentang ekoteologi. Dia mengatakan, Tuhan menciptakan sesuatu secara berpasangan, termasuk di dalamnya langit dan bumi.
Nasaruddin menyebut, langit dan bumi merupakan pasangan makrokosmos. Dari interaksi keduanya, lahirlah makhluk hidup seperti tumbuh-tumbuhan. Oleh sebab itu, merusak lingkungan dapat memicu kemarahan semesta. "Maka itu, merusak tanaman, merusak lingkungan, atau melakukan pembiaran terhadap musnahnya, apalagi dengan sengaja membakar, tentu bapak kandungnya marah, ibu kandungnya marah. Dalam hal ini kita perlu belajar pada tradisi ini. Tidak boleh sembarangan menebang," ucap Nasaruddin.




