Kamis 09 Oct 2025 13:36 WIB

Pengamat UI: Tekanan AS dan Dunia Paksa Israel Setuju Gencatan Senjata

Israel kerap menjadi pihak yang melanggar kesepakatan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Paramedis Palestina Saeed Awad melihat ponselnya yang menampilkan Presiden AS Donald Trump mengumumkan kesepakatan tahap pertama gencatan senjata, saat ia berdiri di Rumah Sakit Al-Aqsa, di Deir al-Balah, di Jalur Gaza tengah, Kamis, 9 Oktober 2025.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Paramedis Palestina Saeed Awad melihat ponselnya yang menampilkan Presiden AS Donald Trump mengumumkan kesepakatan tahap pertama gencatan senjata, saat ia berdiri di Rumah Sakit Al-Aqsa, di Deir al-Balah, di Jalur Gaza tengah, Kamis, 9 Oktober 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Timur Tengah Universitas Indonesia, Prof Yon Machmudi menilai, kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel merupakan momentum penting yang mencerminkan perubahan tekanan geopolitik terhadap Israel dan kepentingan strategis Amerika Serikat di kawasan.

Menurut Yon, Hamas sebenarnya sejak awal telah membuka ruang untuk menghentikan perang, namun Israel kerap menjadi pihak yang melanggar kesepakatan.  

Baca Juga

“Sebenarnya Hamas sendiri sejak awal sudah siap untuk melakukan gencatan senjata dan menginginkan dihentikan perang. Hanya saja Israel selalu berusaha untuk melanggar kesepakatan dalam setiap perjanjian,” ujar Yon saat dihubungi Republika, Kamis (9/10/2025).

Karena itu, lanjutnya, Hamas menyambut positif proposal dari Trump dengan catatan memberikan tekanan pada gencatan senjata dan penarikan Israel dari Gaza.

Yon menjelaskan, salah satu pendorong utama yang membuat kedua pihak akhirnya bersedia melakukan gencatan senjata adalah kombinasi tekanan diplomatik dari Amerika Serikat serta melemahnya dukungan dunia terhadap Israel. 

“Israel sendiri di bawah Benyamin merasa terbantu untuk dapat membebaskan sandera di Gaza dan AS sendiri menekan Benyamin Netanyahu untuk menghentikan serangan dan komitmen untuk melakukan gencatan senjata,” ucapnya.

Ia menambahkan, posisi internasional Israel kini semakin terisolasi akibat meningkatnya kritik global terhadap aksi militernya di Gaza. 

“Menipisnya dukungan dunia terhadap Israel dan potensi terisolasi saya mendorong Israel untuk mau melanjutkan negosiasi,” katanya.

Yon menilai, peran Presiden AS Donald Trump menjadi faktor paling menentukan dalam tercapainya kesepakatan ini. 

“Trump paling menentukan dalam menawarkan skema pertukaran sandera yang diikuti dengan gencatan senjata. Negara-negara Arab dan dunia Islam termasuk Indonesia punya peran dalam mendukung gagasan ini,” jelasnya.

Meski begitu, Yon menegaskan pentingnya adanya mekanisme pengawasan yang kredibel agar kesepakatan tersebut tidak kembali dilanggar. 

“Tent Hamas perlu penjamin yang kredibel untuk memastikan Israel mematuhi poin-poin perundingan yang sudah ditetapkan. Reputasi Trump dipertaruhkan apabila dia gagal mendisiplinkan Netanyahu agar dapat mematuhi semua kesepakatan,” ujarnya.

Jika Israel kembali melakukan pelanggaran, Yon memperkirakan dampak politiknya akan besar, terutama terhadap hubungan bilateral dengan AS. Apalagi, menurutnya, Trump beberapa

kali telah menunjukkan kemarahannya ke Netanyahu, terutama pasca serangan Israel ke Qatar.

“Jika Israel melakukan pelanggaran kembali, dipastikan posisinya akan semakin menjauhkan dukungan AS ke Israel yang selama ini dikenal sebagai pendukung Israel untuk melakukan apa saja,” ucapnya.

Yon berharap, gencatan senjata kali ini tidak berhenti pada penghentian tembakan semata, tetapi menjadi awal menuju solusi permanen.

"Harapannya proses perdamaian yang diawali dengan pertukaran tawanan dapat berlanjut pada penghentian perang, penarikan Israel dari Gaza dan tentunya terwujudnya kemerdekaan Palestina yang berdaulat penuh," kata Yon. 

Sebelumnya diberitakan, kesepakatan tahap pertama antara delegasi kelompok Hamas dan Israel dilaporkan telah tercapai. Pengumuman gencatan senjata di Gaza bisa diumumkan dalam beberapa jam mendatang.

“Telah tercapai kesepakatan mengenai tahap pertama dari Inisiatif Trump dalam perundingan di Sharm El-Sheikh, yang mencakup gencatan senjata dan pertukaran tahanan,” demikian maklumat yang diterima Republika dari pihak Palestina yang mengetahui jalannya perundingan, Kamis (9/10/2025).

Sumber tersebut menegaskan bahwa suasana perundingan sangat positif, dan kemungkinan besar pengumuman resmi gencatan senjata akan dilakukan dalam beberapa jam ke depan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement