REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV— Para analis Israel mengatakan Kepala Staf Israel Eyal Zamir melakukan operasi darat di Kota Gaza dengan hati-hati dan perlahan-lahan dengan harapan bahwa perkembangan politik akan mencegah invasi penuh ke kota tersebut.
Hal ini terjadi pada saat pegiat dan lembaga-lembaga hak asasi manusia Israel menuduh semua orang Israel melakukan genosida di Jalur Gaza dan menganggap media yang menghasut dan menutup-nutupi, serta mereka yang diam saja tentang genosida, sebagai kaki tangan dalam melakukan kejahatan tersebut.
Menurut analis urusan militer Haaretz, Amos Harel, apa yang terjadi di Kota Gaza bukanlah sebuah pertempuran besar, melainkan penggerebekan dan penembakan oleh tentara yang tidak berhenti dalam upaya untuk memaksa penduduk untuk pergi.
Pada akhirnya, kesan yang tercipta adalah bahwa Israel tidak ingin melakukan operasi darat. "Israel melenturkan otot-ototnya untuk mengatakan bahwa mereka terdesak," katanya.
Dia mengingat ketidaksepakatan dalam pemerintahan dan dewan menteri, ketika Kepala Staf Militer menyatakan keberatannya tentang operasi besar di Gaza, menunjukkan bahwa Zamir mendikte jalannya peristiwa, dan itulah sebabnya segala sesuatunya berjalan dengan lambat dan hati-hati.
Alon Avitar, seorang analis dalam urusan Arab dan Palestina, percaya bahwa rencana yang telah dikembangkan tidak dapat dihindari.
Hal ini karena tidak ada cara untuk menghindari berakhirnya perang dan penarikan tentara dari sebagian besar wilayah Jalur Gaza serta kembalinya para tawanan yang diculik. Dia menganggap bahwa pembebasan tahanan di Gaza adalah kunci dari segalanya.
Pada pertengahan bulan ini, tentara penjajah Israel mengumumkan dimulainya operasi militernya untuk menduduki Kota Gaza dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tujuan dari operasi ini adalah untuk menghancurkan infrastruktur Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) sampai hancur.