Kamis 17 Jul 2025 19:04 WIB

Ketika Putra Rasulullah Wafat

Rasulullah SAW amat berduka atas wafatnya sang putra tercinta.

Nabi Muhammad SAW
Foto: Republika.co.id
Nabi Muhammad SAW

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki tahun kesembilan Hijriyah, dakwah Islam yang dilakukan Nabi Muhammad SAW kian kuat. Posisi kaum Muslimin semakin diperhitungkan di seluruh Jazirah Arab, terlebih lagi pasca-kemenangan mereka dalam Perang Tabuk.

Dalam situasi demikian, Rasulullah SAW menggencarkan penyampaian risalah Islam melalui surat-menyurat. Nabi SAW menginstruksikan sejumlah sahabatnya untuk menuliskan atau menyampaikan surat dari beliau kepada para pemimpin sejumlah negeri.

Baca Juga

Salah satu yang menerima surat Rasulullah SAW itu adalah Muqauqis, sang penguasa Mesir yang berkedudukan di Iskandariah. Delegasi Nabi SAW ke negeri delta Sungai Nil itu dipimpin Hathib bin Abi Balta'ah.

Muqauqis mengapresiasi surat Nabi SAW. Sebagai balasan, ia mengirimkan banyak hadiah kepada Rasulullah SAW. Di antara pemberiannya itu adalah dua budak perempuan, yakni Mariyah al-Qibthiyah dan adik wanita itu, Sirin.

Sesampainya di Madinah, Mariyah kemudian diperistri oleh Rasulullah SAW. Adapun Sirin menjadi pasangan bagi Hasan bin Tsabit.

Allah menghendaki Mariyah sebagai perempuan istimewa. Sebab, di antara istri-istri Nabi SAW pada saat itu, hanya dialah yang hamil.

Lahirnya Ibrahim

Mariyah melahirkan seorang bayi laki-laki. Anak itu lalu diberi nama oleh Nabi Muhammad SAW, yakni Ibrahim.

Nama itu merujuk pada sosok leluhur beliau, yakni Nabi Ibrahim AS. Senyum bahagia terpancar dari wajah Nabi SAW. Para sahabat yang mendengar kabar kelahiran tersebut juga mengucapkan selamat.

“Tadi malam aku dikaruniai seorang anak laki-laki. Aku memberinya nama Ibrahim, seperti nama kakek buyutku (Nabi Ibrahim AS),” kata Nabi SAW memberikan kabar tentang kelahiran anaknya itu, seperti disebut dalam hadis sahih riwayat Imam Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad.

Sebagai wujud syukur, Nabi mengadakan akikah dengan menyembelih kambing serta bersedekah perak kepada kaum miskin. Bobot perak yang diberikan setara berat rambut sang bayi.

Tentunya banyak perempuan di Madinah yang bersedia menjadi ibu susu bagi Ibrahim bin Muhammad SAW. Namun, pilihan Rasul SAW akhirnya jatuh pada sosok Ummu Saif, istri Abu Yusuf.

Perasaan yang manusiawi kemudian muncul dari sejumlah istri Nabi SAW. Ya, mereka cemburu.

‘Aisyah dan Hafshah, misalnya, mengalami kecemburuan yang besar. Mereka merasa Mariyah lebih disayang lantaran dapat memberikan kepada suaminya seorang anak laki-laki.

Nabi SAW tetap memperlakukan para istrinya secara adil. Meski demikian, kadang kala sikap tegas ditunjukkannya. Misalnya, dengan menegur seorang istrinya yang berkata, wajah Ibrahim tak mirip beliau.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement