Sabtu 12 Jul 2025 21:58 WIB

Ekonomi Syariah RI Tumbuh 9,16 Persen, Tapi Inklusi Masih 13 Persen

Sektor makanan halal menempati posisi kedua dari sisi permintaan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Ekonomi syariah (ilustrasi)
Foto: Islamitijara.com
Ekonomi syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Ekonomi syariah Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan positif. Namun, inklusi masyarakat dan keterpaduan ekosistem masih menjadi pekerjaan rumah besar. Wakil Presiden RI ke-13, Prof KH Ma’ruf Amin, menilai ketimpangan ini harus segera dijawab bersama oleh pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga keuangan.

“Pertumbuhan sektor halal Indonesia tetap kuat meski dunia tidak dalam kondisi baik-baik saja. Ini menunjukkan fondasi ekonomi syariah kita semakin kokoh,” kata Prof Ma’ruf dalam diskusi Kamisan yang digelar Center for Sharia Economic Development (CSED), dikutip Sabtu (12/7/2025).

Baca Juga

Per Januari 2025, ekspor produk halal Indonesia tumbuh 9,16 persen secara tahunan. Produk makanan dan minuman mendominasi lebih dari 80 persen struktur ekspor, diikuti sektor farmasi, tekstil, dan kosmetik. Nilai kontribusi sektor Halal Value Chain (HVC) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga meningkat menjadi 25,44 persen, tumbuh 2,45 persen dibanding tahun sebelumnya.

Di sektor keuangan, total aset keuangan syariah nasional mencapai Rp9.529 triliun per Maret 2025, naik 5,3 persen secara tahunan, lebih tinggi dari pertumbuhan aset keuangan nasional yang hanya 3,6 persen.

Namun di balik pertumbuhan itu, ketimpangan akses masih nyata. Survei OJK mencatat tingkat inklusi keuangan syariah stagnan di angka 13,41 persen, sementara tingkat literasinya telah mencapai 43,4 persen. Prof Ma’ruf mengingatkan pentingnya mengedukasi masyarakat bahwa ekonomi syariah tidak hanya ritual, tetapi juga solusi sosial.

“Zakat itu bukan hanya ibadah spiritual, tapi juga muamalah. Ini perlu dipahami umat. Kita harus menjembatani kesadaran agar literasi naik bersama inklusi,” ujar Prof Ma’ruf.

Masalah integrasi ekosistem juga menjadi sorotan. Ali Sakti dari Bank Indonesia menyebut bahwa pelaku ekonomi halal masih berjalan sendiri-sendiri tanpa sinergi. “Seperti gasing yang berputar sendiri-sendiri,” katanya.

Di sektor keuangan sosial syariah, potensi besar juga belum tergarap optimal. Dana ZIS-DSKL (Zakat, Infak, Sedekah, dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya) yang terkumpul hingga akhir 2024 mencapai Rp40,5 triliun, naik 25,3 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah penerima manfaat melonjak menjadi 119 juta jiwa.

Namun, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama, Prof Waryono Abdul Ghofur, mengungkapkan bahwa dari potensi zakat sebesar Rp327 triliun, realisasi hanya Rp41 triliun, dan yang benar-benar tercatat hanya Rp13 triliun. “Banyak masyarakat berzakat langsung ke mustahik tanpa melalui lembaga resmi. Ini membuat data tidak tercatat dan kemanfaatannya tidak bisa diukur secara strategis,” ujarnya.

Tantangan lain ada di sektor pertanian. Prof Bustanul Arifin dari INDEF menyebut rata-rata petani hanya memiliki lahan 0,3 hektare. “Dengan luas lahan segitu, mustahil kita bicara soal kesejahteraan petani. Skema bagi hasil berbasis syariah harus jadi solusi,” katanya.

Menanggapi hal itu, Prof Ma’ruf menekankan pentingnya optimalisasi aset lahan yang selama ini dikuasai institusi tapi tidak dimanfaatkan. “Lahan kita banyak, tapi terbengkalai. Kita perlu aturan agar tanah itu bisa diserahkan ke masyarakat, lewat skema dana sosial dan wakaf produktif,” tegasnya.

Laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2024/2025 menempatkan Indonesia di peringkat keempat dunia dalam pengembangan ekonomi syariah secara keseluruhan. Sektor makanan halal menempati posisi kedua dari sisi permintaan. Namun, dari sisi produksi dan ekspor, Indonesia masih tertinggal jauh dibanding Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Sebagai penutup, Prof Ma’ruf menyerukan gerakan kolektif membangun ekonomi syariah yang berkelanjutan. “Hasil adalah urusan Allah. Tapi bergerak adalah kewajiban kita. Jabatan boleh berakhir, tapi perjuangan memajukan ekonomi syariah tidak boleh berhenti,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement