REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fatwa haram atas penggunaan sound horeg telah mencuat dari kalangan pesantren, khususnya Pondok Pesantren (Ponpes) Besuk di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur (Jatim). Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim menyatakan belum bisa merespons terbitnya fatwa tersebut.
Wakil Sekretaris PWNU Jatim Haikal Atiq Zamzami mengatakan, pihaknya masih melakukan koordinasi internal sebelum memberikan sikap resmi atas fatwa tersebut. Dengan demikian, belum dapat dipastikan, apakah PWNU mendukung atau tidak fatwa yang dikeluarkan dalam Forum Satu Muharram 1447 H itu.
"Kami koordinasikan dulu di internal PW, ya Mas. Ini teman-teman lain juga masih menunggu. Nanti kami update Mas jika sudah ada official statement-nya," ujar Haikal saat dihubungi Republika dari Jakarta, Senin (7/7/2025).
Sebelumnya, Forum Satu Muharram 1447 H yang digelar Ponpes Besuk menetapkan status haram atas penggunaan sound horeg, yakni hiburan keliling yang menggunakan tata suara (sound system) dengan volume tinggi dan sering disertai tarian tak senonoh. Fatwa itu pun ditetapkan setelah melalui kajian dalam forum bahtsul masail.
Rektor Ma'had Aly Ponpes Besuk KH Muhib Aman Ali menjelaskan, fatwa ini bukan tanpa dasar. Menurut Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini, fenomena sound horeg makin meresahkan masyarakat, terutama di daerah Pasuruan dan Malang, pasca-pandemi Covid-19.
Melalui forum bahtsul masail, para kiai merumuskan tiga alasan utama pengharaman sound horeg. Pertama, suara yang mengganggu dan menyakiti masyarakat. Kedua, itu mempertontonkan konten hiburan yang mengandung kemungkaran. Terakhir, adanya dampak negatif terhadap moral generasi muda.
View this post on Instagram