REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV— Perang Israel melawan Iran telah berakhir tetapi belum berakhir karena berbagai alasan, termasuk nasib uranium yang diperkaya, kemungkinan pembalasan Iran, dan perlombaan senjata yang telah meningkat di wilayah tersebut.
Di pihak Israel, ada perselisihan mengenai biaya perang antara Kementerian Pertahanan dan Keuangan.
Tentara menuntut setidaknya 60 miliar shekel (sekitar 17 miliar dolar AS) dari luar anggaran pertahanan untuk menutupi biaya perang melawan Iran dan Operasi Kereta Gideon di Jalur Gaza.
Diketahui bahkan selama perang Iran bahwa biaya militer untuk setiap hari pertempuran di sana akan melebihi NIS 1 miliar, dan bahwa setelah perang berakhir, secara permanen atau sementara, tentara akan mengajukan tagihan untuk biaya yang awalnya tidak termasuk dalam anggaran pertahanan.
Hal ini mengharuskan Kementerian Keuangan untuk mengajukan tambahan pada anggaran umum, seperti yang telah dilakukan sejak 7 Oktober 2023.
Hal ini karena berbagai pertimbangan, termasuk fakta bahwa sebagian dari operasi di Iran bersifat keamanan khusus yang dilakukan oleh pasukan operasi Mossad, dan perkiraan keuangan dan keamanan tidak diketahui, tidak seperti kasus dalam perang melawan Gaza dan Lebanon.
Sejumlah besar uang adalah biaya serangan mendadak untuk melancarkan operasi yang kompleks dan jarak jauh untuk ratusan pesawat tempur dengan persenjataan yang sangat berat, skuadron besar pasukan drone, dan kegiatan rahasia Mossad.
BACA JUGA: Serangan Rudal Iran Dahsyat, tapi Mengapa Korban Israel Sedikit? Ternyata Ini Penjelasannya
Ada juga biaya yang sangat besar untuk memobilisasi pasukan cadangan dalam jumlah besar setelah pemerintah setuju untuk memobilisasi hingga 450 ribu tentara cadangan sebagai bagian dari deklarasi keadaan siaga tinggi.
Kementerian Keuangan Israel tadinya berharap dapat memanfaatkan cadangan sekitar NIS 3 miliar yang telah dialokasikan dalam anggaran umum untuk skenario keamanan.
View this post on Instagram