Selasa 13 May 2025 22:16 WIB

Makna Arbain di Madinah

Arbain tak semata-mata terikat pada 40 kali shalat fardhu.

Jamaah haji kloter SUB 38 menunggu bus di Hotel 603 kawasan Raudhah, Mekah, Arab Saudi, Senin (10/7/2023). Sebanyak 20 kloter jamaah haji gelombang kedua mulai diberangkatkan ke Madinah untuk menjalankan ibadah sunah arbain selama 40 waktu.
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Jamaah haji kloter SUB 38 menunggu bus di Hotel 603 kawasan Raudhah, Mekah, Arab Saudi, Senin (10/7/2023). Sebanyak 20 kloter jamaah haji gelombang kedua mulai diberangkatkan ke Madinah untuk menjalankan ibadah sunah arbain selama 40 waktu.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pakar sekaligus Konsultan Ibadah Haji Kementerian Agama RI Prof Aswadi Syuhada menyampaikan makna Arbain kepada jamaah calon haji Indonesia, khususnya yang masih berada di Madinah dan menantikan keberangkatan ke Makkah.

Salah satu keluhan utama yang mencuat di kalangan jamaah adalah keterbatasan akses informasi mengenai jadwal pendorongan kloter ke Makkah, di mana informasi resmi tentang hari, tanggal, dan jam keberangkatan kerap baru diterima satu atau dua hari sebelumnya. Sehingga, hal ini memunculkan kegelisahan, terutama di kalangan jamaah yang ingin menyempurnakan ibadah Shalat Arbain.

Baca Juga

"Selama di Madinah, selain shalat fardhu, ada pula amalan seperti shalat jenazah yang bernilai pahala besar. Bila diakumulasikan, insya Allah fadilahnya bisa mencapai seribu kali lipat dan menjadi khufrotan minan nar (penjagaan dari api neraka)," kata Aswadi di Madinah, Selasa.

Aswadi menekankan bahwa Arbain tak semata-mata terikat pada 40 kali shalat fardhu berjamaah di Masjid Nabawi, tetapi juga mencakup berbagai amalan ibadah lain yang bernilai spiritual tinggi.

Terkait dinamika perubahan regulasi Pemerintah Arab Saudi terkait penyelenggaraan ibadah haji, dia menekankan pentingnya sikap optimistis dan kesiapan beradaptasi, contohnya bagaimana sistem kloter yang ditata rapi di Indonesia, sesampainya di Arab Saudi, bergeser mengikuti mekanisme syarikah.

Menurut dia, hal ini menuntut jamaah untuk mengubah pola pikir, dari yang sebelumnya bergantung pada sistem lama menjadi siap menghadapi mekanisme baru demi layanan yang lebih baik.

Aswadi mengingatkan jamaah agar tidak sepenuhnya bergantung pada individu atau sistem, tetapi senantiasa bertawakal kepada Allah SWT.

"Jika kita menggantungkan manasik kepada seseorang, lalu ia tak bisa membantu, maka kita akan rugi. Tetapi jika kita menggantungkan kepada Allah, niscaya akan ada jalan keluar," ujarnya.

Aswadi mengajak seluruh jamaah calon haji Indonesia untuk tetap fokus dalam melaksanakan ibadah haji, agar setiap doa dan ibadah yang dilakukan selama di Tanah Suci benar-benar dijadikan sebagai sarana untuk menggali nilai-nilai spiritual yang menggerakkan kemaslahatan, baik secara personal maupun sosial.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement