REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sebanyak 171 hakim dinyatakan lolos seleksi administrasi menjadi Calon Hakim Agung (CHA) untuk mengisi Kamar Pidana, Perdata, Agama, Militer, Tata Usaha Negara, dan Perpajakan. Peserta yang lolos ini diumum Komisi Yudisial (KY) pada tanggal 15 April berdasarkan nomor 7/PENG/PIM/RH.01.02/04/2025.
Rinciannya, terdapat 39 CHA untuk Kamar Agama yang mengikuti seleksi lanjutan pada 28-30 April 2025, salah satunya Sirajuddin Sailellah. Sirajuddin ialah sosok hakim karier berpengalaman dalam dunia kehakiman di peradilan agama.
Karier Sirajuddin dimulai sebagai Hakim Tingkat pertama di Pengadilan Agama Watansoppeng, Provinsi Sulawesi Selatan tahun 1997, Hakim Yustisial Pengadilan Agama Jakarta Barat tahun 2004, Hakim Yustisial PP Mahkamah Agung tahun 2006, Wakil Ketua Pengadilan Agama Bekasi tahun 2013.
Sirajuddin juga pernah menduduki jabatan strategis di Pengadilan Agama yakni sebagai Ketua Pengadilan Agama di Bogor tahun 2019 dan Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur tahun 2021.
Saat ini, Sirajuddin sebagai Hakim Tinggi Yustisial Badan Strategi kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI.
Sebagai hakim, Sirajuddin teruji dalam kecakapan memutus perkara, kejujuran, kedisiplinan dan setia pada sumpah untuk mengabdi pada negara di institusi kehakiman. Hal ini dibuktikan dari penghargaan Satyalancana Karya Satya 30 tahun yang diterimanya dari Presiden Joko Widodo pada 2023.
Selain itu, Sirajuddin sudah mendapatkan beberapa kali penghargaan di antaranya Satyalancana Karya Satya 20 tahun (2013), Satya Karya Dwi (2011), Satyalencana Karya Satya 10 tahun 2004, Pelopor Pembangunan Zona Integritas menuju WBBM (2020), Pelopor Pembangunan Zona Integritas 20219.
Suami dari Hakim Tinggi Pengadilan Agama Banten, Sarbiati Saleng itu sering mendapat undangan memberikan pendidikan kepada para calon advokat dan calon hakim. Sirajuddin pun meluangkan waktu di akhir pekan mengajar jenjang S1, S2 dan S3 pada Universitas Jayabaya dan Sekolah Tinggi Intelejen Negara BIN.
Sirajuddin punya latar belakang santri di Pondok Pesantren modern Ikatan Masjid Mushallah Indonesia (IMMIM) Makasar.
Di sana Sirajuddin mendapat bekal ilmu yang membuatnya tidak kaku dalam memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya. Salah satunya pernah memutus porsi waris anak perempuan sama dengan anak laki-laki.
Menurutnya, bisa saja anak perempuan dalam hal kasuistis mendapat porsi sama dengan anak laki-laki. Misalnya anak perempuan selama pewaris (ayah atau ibu) hidup banyak berkorban baik secara materiil maupun moril sementara anak laki-lakinya tidak. Padahal, anak laki-laki yang seharusnya menanggung hidup orang tuannya.
"Sehingga dalam masalah ini perlu ada keadilan dengan menetapkan porsi yang sama kepada anak perempuan," kata Sirajuddin seperti dikutip Republika.co.id tentang alasan mengeluarkan putusan sengketa waris yang membagi rata jatah anak laki-laki dan perempuan pada Kamis (17/4/2025).
Menurutnya, hukum waris merupakan muamalah bukan ibadah mahdhurat atau ibadah yang sudah ditentukan syarat dan ketentuannya dalam syariat Islam. Sehingga hukum dalam praktiknya ketika mendapat kasus tertentu bisa berubah demi menjungjung tinggi prinsip keadilan.
"Jadi yang dikedepankan itu bukan prinsip kepastian tapi prinsip keadilan," kata Sirajuddin mengutip salah satu ayat dalam Surat Al-Maidah ayat 8.
Dia mengatakan, dibaginya harta antara anak laki dan perempuan secara rata tidak bisa disamakan ketika dalam kondisi normal. Jika dalam keadaan normal maka hukum waris dibagi sesuai yang telah ditetapkan Allah SWT di dalam surat An-Nisa.
"Jadi jangan digeneralisir putusan itu (wanita mendapat sama dengan bagian laki-laki) itu karena ada kasus di mana anak perempuan banyak berkorban untuk orang tua yang sebenarnya harus anak laki-laki. Kalau tidak ada kasus dibagi sesuai syariat Islam," katanya.
Sirajuddin mengatakan, selain itu juga ia pernah memutus sengketa waris antara suami dan istri. Di mana hukum positif di dalam UU Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menjelaskan suami istri mendapat masing-masing separuh harta ketika bercerai.
"Tapi saya mengeluarkan putusan istri mendapat lebih banyak dari suami karena istrinya yang memberi nafkah anaknya dari kecil sementara suaminya tidak. Padahal yang wajib menafkahi anak adalah suami," katanya.
Sejumlah pihak mendukung Sirajuddin menjadi Hakim Agung. Dukungan datang dari berbagai latar berlakang. Salah satunya dari Yasardin yang menjabat Hakim Agung/Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung RI. Menurut Yasardi, Sirajuddin merupakan sosok berintegritas serta kualitas kinerja yang tidak diragukan dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum.
Yasardi yakin Sirajuddin mampu menunjukkan kinerja baik dalam menjalankan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya sebagai hakim. Menurutnya, Sirajuddin memiliki pikiran yang kritis namun tetap mempertimbangkan nilai-nilai agama, norma hukum yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Dukungan juga datang dari Guru Besar Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada (UGM), Mukhtasar Syamsudin. Menurutnya, Sirajuddin merupakan sosok hakim yang cerdas dan memiliki integritas tinggi. Hal itu terbukti dari beberapa penghargaan yang diterima dari pemerintah.
"Selain itu beliau juga merupakan sosok orang tua yang suskses mendampingi putra-putrinya meraih prestasi yang gemilang di bidang akademik. Untuk itu saya sangat mendukung, Sirajuddin menjadi Hakim Agung," ujar Mukhtasar.