Selasa 21 Nov 2023 18:46 WIB

Kemenag Targetkan Angka Kawin Anak di 2024 Turun 8,74 Persen 

Kemenag berkomitmen perkuat literasi pernikahan kepada masyarakat.

Ilustrasi pernikahan.
Foto: Dok Polres Ciamis.
Ilustrasi pernikahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) menyampaikan bahwa perkawinan anak menjadi salah satu persoalan serius karena bisa berdampak negatif terhadap stunting, putus sekolah, dan kesejahteraan anak, dan kekerasan dalam rumah tangga. Kemenag melalui Gerakan Keluarga Maslahat berupaya untuk menekan angka perkawinan anak pada tahun mendatang.

Merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Perkawinan Anak bisa didefinisikan sebagai perkawinan yang dilakukan oleh pria dan wanita yang belum mencapai umur 19 tahun. Jika itu terjadi, orang tua pihak pria atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup. 

Baca Juga

Berdasarkan data Badan Peradilan Agama, pada 2020 tercatat ada lebih 63 ribu permohonan dispensasi perkawinan anak yang diputus pengadilan agama. Angka ini turun menjadi sekitar 61 ribu pada 2021 dan 50 ribu pada 2022.

"Angka ini masih cukup tinggi. Kita harap di tahun ini juga terus menurun datanya dan pada tahun 2024 ditargetkan peristiwa kawin anak turun 8,74 persen dan turun lagi 6,94 persen di 2030,” kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kemenag, Kamaruddin Amin melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Selasa (21/11/2023).

Menurut Kamaruddin, upaya menekan angka kawin anak tidak bisa hanya dilakukan pemerintah. Karenanya, Kemenag menjalin kerja sama dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam Gerakan Keluarga Maslahat (GKM). Gerakan ini selanjutnya dikenal sebagai GKMNU. Kemenag juga menjalin kerja sama dengan Pengurus Pusat Aisyiyah di bidang Ketahanan Keluarga yang ditandatangani di Yogyakarta pada 23 Oktober 2023.

"GKMNU sangat penting karena keluarga merupakan pondasi pembangunan masyarakat dan bangsa. Jika keluarga tumbuh berkembang dengan baik, maka kondisi itu akan memberi dampak positif terhadap kehidupan kemasyarakatan dan kebangsaan,” ujarnya.

Kamaruddin menyampaikan, melalui GKMNU, beragam kegiatan bersama dilakukan, misalnya, bimbingan perkawinan dan bimbingan remaja usia sekolah (BRUS). Pemahaman yang lebih baik di kalangan remaja dan pasangan calon pengantin terkait pernikahan diharapkan menjadi bekal mereka dalam membangun keluarga, termasuk menekan perkawinan anak. 

Kasubdit Bina Keluarga Sakinah Kemenag, Agus Suryo Suripto menambahkan, Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS) sangat strategis dalam memberikan pemahaman terkait pendidikan keluarga bagi kalangan remaja. 

"BRUS ini merupakan tindakan kecil, namun berdampak besar bagi kemajuan bangsa. Tindakan kecil untuk dampak yang besar, kontribusi penting bagi kemajuan Indonesia," ujarnya.

Suryo berharap, program BRUS juga dapat memberi pemahaman kepada remaja tentang pentingnya menunda usia pernikahan dan menjaga kesehatan reproduksi. 

"BRUS juga dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas keluarga sakinah," kata Suryo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement