Ahad 13 Apr 2025 06:44 WIB

Dari 3 Kelompok Hakim, Hanya 1 Masuk Surga

Rasulullah SAW melarang beri jabatan hakim pada orang berambisi menjabatnya.

Hakim (Ilustrasi)
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Hakim (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang hakim memiliki tugas yang sangat berat. Jika ia memutuskan sebuah perkara dengan hukum yang menyelisihi keadilan dan nilai-nilai syariat Islam, tempatnya kelak adalah di neraka.

Hakim sendiri menurut sebuah hadis terbagi dalam tiga kelompok. Dua kelompok akan dimasukkan ke dalam neraka. Hanya satu kelompok yang selamat hingga sampai ke surga. Para hakim yang diridhai Allah itu adalah mereka yang mengetahui kebenaran dan memutuskan hukuman berdasarkan kebenaran tersebut.

Baca Juga

Sementara, hakim yang memberi putusan atas dasar kebodohan, maka ia kelak di neraka. Adapun hakim yang saat memberi putusan berlaku curang--yakni mengetahui kebenaran, tetapi enggan memutuskan berdasar kebenaran itu--maka ia pun kelak dilemparkan ke dalam api neraka.

Berbeda bila seorang hakim melakukan upaya sungguh-sungguh atau berijtihad untuk mengadili perkara, ia kelak akan berada di dalam surga. Pembagian tersebut sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi.

القُضَاةُ ثَلَاثَةٌ: قَاضِيَانِ فِي النَّارِ، وَقَاضٍ فِي الجَنَّةِ، رَجُلٌ قَضَى بِغَيْرِ الحَقِّ فَعَلِمَ ذَاكَ فَذَاكَ فِي النَّارِ، وَقَاضٍ لَا يَعْلَمُ فَأَهْلَكَ حُقُوقَ النَّاسِ فَهُوَ فِي النَّارِ، وَقَاضٍ قَضَى بِالحَقِّ فَذَلِكَ فِي الجَنَّةِ

Artinya: “Hakim itu ada tiga. Dua di neraka, dan satu di surga. Hakim yang memutuskan hukum dengan tidak benar, sedangkan ia mengetahuinya, maka ia di neraka. Hakim yang tidak mengetahui kebenaran (jahil), sehingga ia menghilangkan hak orang lain, maka ia pun di neraka. Hakim yang memutuskan hukum dengan kebenaran, maka ia di surga” (HR at-Tirmidzi).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Dalam konsep hukum Islam, sejatinya posisi hakim atau qadhi tidak diperuntukkan bagi mereka yang meminta jabatan. Ini hanya diberikan kepada orang yang memiliki kualifikasi. Sebab, begitu berat konsekuensi dari seorang hakim. Ia harus siap menanggung semua beban itu, baik di dunia maupun akhirat.

Hakim tak layak diisi oleh orang yang ambisius mengejar jabatan. Mereka yang meminta-minta kedudukan cenderung mengabaikan hak orang lain, tidak amanah, dan berpeluang besar menjadi khianat.

Rasulullah SAW bersabda, "Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan menguasakan tugas ini (hakim) kepada orang yang memintanya atau orang yang berambisi menjabatnya" (HR Bukhari Muslim).

Syekh Abu Bakar Jabir al-Jaza memberikan beberapa syarat bagi mereka yang berhak diangkat menjadi hakim. Seorang hakim dalam hukum Islam mestilah Muslim, berakal, baligh, merdeka, memahami Alquran dan Sunnah NabiSAW, serta mengetahui dengan apa ia memutus perkara. Di samping itu, kemampuannya harus dapat mendengar, melihat, dan berbicara.

Syekh Abu Bakar juga mewanti-wanti kepada siapa pun yang menjabat sebagai hakim agar memperhatikan hal-hal berikut. Pertama, tidak memutus sebuah perkara dalam keadaan emosi, lapar, sakit, atau malas. Sabda Nabi SAW, "Seorang hakim tidak boleh memutus perkara di antara dua orang yang berperkara dalam keadaan marah" (HR Bukhari Muslim).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement