REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM -- Mahkamah Internasional (ICJ), badan yudisial utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), telah mengumumkan jadwal dengar pendapat selama lima hari untuk memberikan pendapat penasehat mengenai kewajiban hukum Israel terkait kegiatan PBB di wilayah Palestina yang dijajah oleh Israel.
Menurut pernyataan ICJ, dengar pendapat ini akan dimulai pada 28 April 2025 dan berakhir pada 2 Mei 2025.
Permintaan pendapat penasehat ini berasal dari resolusi yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada 19 Desember 2024, demikian diberitakan laman Palestine Chronicle, Kamis (10/4/2025).
Resolusi yang disponsori oleh Norwegia dan diadopsi dengan mayoritas suara yang signifikan yaitu 137 suara setuju, 12 suara tidak setuju, dan 22 suara abstain, secara khusus meminta ICJ untuk menjelaskan tanggung jawab Israel terhadap PBB dan pihak-pihak terkait lainnya terkait dengan penyediaan layanan-layanan esensial dan bantuan kemanusiaan kepada penduduk Palestina yang tinggal di wilayah yang dijajah Israel.
Sejumlah besar negara, yang berjumlah 44 negara, akan diberikan kesempatan untuk menyampaikan perspektif mereka selama sidang yang sangat penting ini.
Negara-negara yang berpartisipasi termasuk Palestina, Amerika Serikat, dan Inggris, di samping berbagai perwakilan negara dari Eropa, Amerika Selatan, Amerika Utara, Afrika, Asia, dan Oseania.
Selain itu, empat organisasi internasional terkemuka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Liga Negara-negara Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Uni Afrika juga dijadwalkan untuk berkontribusi dalam proses tersebut.
Keputusan Majelis Umum PBB untuk meminta pendapat penasihat ini merupakan konsekuensi langsung dari undang-undang yang diberlakukan oleh Israel pada Oktober 2024.
Undang-undang Israel ini secara efektif melarang operasi Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) di Israel dan wilayah Palestina yang dijajah.
Menyusul penerapan undang-undang ini, Israel telah mengintensifkan pembatasannya terhadap kegiatan UNRWA di wilayah-wilayah tersebut, yang dicontohkan dengan penutupan enam lembaga pendidikan di Yerusalem Timur yang dicaplok Israel yang berafiliasi dengan badan tersebut.
Pada bulan Juli 2024, ICJ mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa penjajahan yang dilakukan Israel yang terus berlanjut di wilayah-wilayah Palestina, termasuk di Jalur Gaza, tidak sah secara hukum.
Selain itu, saat ini pengadilan juga terlibat dalam tindakan hukum terpisah yang diprakarsai oleh Afrika Selatan, yang menuduh Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza.
Sementara kasus ini masih berlangsung, ICJ telah memberikan putusan sementara yang mengindikasikan adanya risiko nyata bahwa Israel telah melanggar Konvensi Genosida.
Sebagai bagian dari langkah-langkah awal ini, pengadilan telah mengamanatkan agar Israel menerapkan tindakan darurat, termasuk memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke Jalur Gaza.