Kamis 10 Apr 2025 07:27 WIB

Gaza Hadapi Kelaparan dan Krisis Kemanusiaan Mengerikan, Gudang PBB Kosong

Gaza sedang mengalami masa-masa tergelapnya.

Seorang gadis muda Palestina yang terluka akibat serangan udara Israel di sekolah Dar al-Arqam, dibawa untuk dirawat di Rumah Sakit Baptis di Kota Gaza, pada Kamis, 3 April 2025.
Foto: AP Photo/Jehad Alshrafi
Seorang gadis muda Palestina yang terluka akibat serangan udara Israel di sekolah Dar al-Arqam, dibawa untuk dirawat di Rumah Sakit Baptis di Kota Gaza, pada Kamis, 3 April 2025.

REPUBLIKA.CO.ID,GAZA -- Jalur Gaza berada di ambang bencana kemanusiaan yang dahsyat, karena gudang-gudang yang dioperasikan oleh badan-badan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah kehabisan persediaan bahan pokok.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Program Pangan Dunia (WFP), dan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur (UNRWA) telah mengkonfirmasi bahwa makanan, bahan bakar, dan pasokan medis sekarang sangat langka. Kondisi mendorong wilayah Gaza ke dalam fase kelaparan yang nyata.

Baca Juga

Sebuah Wilayah yang Berada di Ambang Kehancuran

Dalam sebuah laporan eksklusif yang diperoleh Kantor Berita Sanad, sumber-sumber PBB mengungkapkan bahwa gudang-gudang OCHA, yang dulunya merupakan jalur utama bagi bantuan kemanusiaan yang masuk ke Jalur Gaza, sekarang sudah kosong. Hal ini menandai titik balik yang suram bagi wilayah yang terkepung tersebut, yang telah lama bergantung pada bantuan internasional untuk menopang populasinya yang berjumlah lebih dari dua juta orang.

“Jalur Gaza telah memasuki fase kelaparan yang nyata,” kata sumber senior PBB yang tidak ingin disebutkan namanya, dikutip dari laman Days of Palestine, Kamis (10/4/2025)

“Kami tidak lagi berada di ambang pintu kelaparan, kami sedang mengalaminya,” ujar seorang senior PBB. 

Memperparah krisis ini, WFP mengkonfirmasi bahwa stok makanan dan cadangan bahan bakar telah habis.

Seorang juru bicara WFP mengatakan kepada Sanad bahwa ketahanan pangan hampir 100 persen tidak ada, melukiskan gambaran mengerikan tentang kelaparan yang meluas di seluruh daerah Gaza, Palestina.

Adnan Abu Hasna, penasihat media untuk UNRWA, menggemakan peringatan ini dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Sanad. Ia mengungkapkan bahwa pasokan tepung badan tersebut hanya akan bertahan beberapa hari lagi, sementara kekurangan obat-obatan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya telah menyebabkan kehidupan di Gaza runtuh di bawah beban kekurangan.

“Kami dapat dengan yakin mengatakan bahwa Gaza telah memasuki fase kelaparan,” kata Abu Hasna. 

“Situasinya memburuk dengan cara yang berbahaya dan belum pernah terjadi sebelumnya. Ini adalah hari-hari tergelap dan paling suram yang pernah dihadapi Gaza,” ujarnya.

Blokade Memperparah Penderitaan

Pasukan Israel yang sedang menjajah Palestina dan melakukan genosida di Gaza telah mencegah masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza selama lebih dari lima minggu. Sehingga memperburuk kondisi yang sudah mengerikan. Meskipun telah ada seruan berulang kali dari berbagai pemerintah, organisasi hak asasi manusia, dan badan-badan internasional untuk mencabut blokade, tidak ada resolusi yang muncul dalam waktu dekat.

Penolakan bantuan yang berkepanjangan ini terjadi di tengah meningkatnya operasi militer di Jalur Gaza, yang mulai meningkat pada tanggal 18 Maret 2025. Pengeboman yang terus menerus telah menyebabkan ratusan orang wafat, terluka, dan hilang, dengan mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Seluruh lingkungan menjadi reruntuhan, yang semakin mengikis segala sesuatu yang terlihat normal atau stabil.

Para pengamat internasional memperingatkan bahwa kombinasi dari perang Israel yang berkelanjutan dan penahanan sumber daya vital berisiko menjerumuskan Gaza ke dalam bencana kemanusiaan berskala besar. Dengan konflik yang tidak kunjung berakhir, penderitaan warga sipil terus berlanjut.

Seruan untuk Bertindak Segera

Organisasi kemanusiaan dan kelompok advokasi mendesak komunitas global untuk segera melakukan intervensi. Mereka menekankan bahwa tanpa tindakan segera untuk membuka kembali penyeberangan Gaza dan memastikan aliran bantuan yang tidak terputus, konsekuensinya tidak akan dapat dipulihkan.

“Dunia tidak bisa berdiam diri ketika seluruh penduduknya kelaparan,” kata salah satu advokat hak asasi manusia (HAM). 

“Setiap hari yang berlalu tanpa intervensi membuat kita semakin dekat untuk menyaksikan kelaparan massal dan kematian dalam skala yang tak terbayangkan,” ujarnya.

Ketika komunitas internasional bergulat dengan cara terbaik untuk merespons, warga Gaza berpegang teguh pada harapan di tengah keputusasaan. Bagi banyak orang, kelangsungan hidup tidak hanya bergantung pada bantuan dari luar, tetapi juga pada kemungkinan terciptanya perdamaian, sebuah prospek yang tampaknya semakin jauh dari kenyataan mengingat berbagai peristiwa yang terjadi saat ini.

Menipisnya gudang-gudang PBB di Gaza menggarisbawahi urgensi untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang terjadi di Jalur Gaza. Tanpa tindakan yang cepat dan tegas, momok kelaparan akan terus membayangi, mengancam untuk merenggut nyawa yang tak terhitung jumlahnya.

Seperti yang dikatakan oleh Adnan Abu Hasna, Gaza sedang mengalami masa-masa tergelapnya.

Pertanyaannya adalah apakah dunia akan melangkah maju untuk menerangi jalan menuju bantuan atau membiarkan tragedi ini berlangsung tanpa kendali.

 

sumber : Fuji E Permana
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement