REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Israel dilaporkan melakukan pelanggaran gencatan senjata dan mulai melakukan pengeboman serta operasi darat yang intens di Jalur Gaza, Palestina. Atas perbuatan Israel tersebut, dilaporkan sebanyak 322 anak-anak Gaza meninggal dunia dan 609 lainnya terluka.
Setiap harinya, sekitar lebih dari 100 anak-anak Gaza, Palestina dibunuh dan dilukai tentara Israel dalam sepuluh hari terakhir. Sebagian besar dari anak-anak tersebut mengungsi, berlindung di tenda-tenda darurat atau rumah-rumah yang rusak, demikian dilaporkan Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Children's Fund (UNICEF), Senin (31/3/2025)
Angka-angka tersebut termasuk anak-anak yang dilaporkan dibunuh dan dilukai Israel ketika departemen bedah Rumah Sakit Al Nasser, di selatan Gaza, dihantam oleh serangan Israel pada tanggal 23 Maret 2025. Kembalinya pengeboman tanpa henti dan tanpa pandang bulu, dikombinasikan dengan pemblokiran total pasokan yang masuk ke Jalur Gaza selama lebih dari tiga pekan, telah membuat respons kemanusiaan berada di bawah tekanan berat dan warga sipil Gaza terutama satu juta anak-anak berada dalam risiko besar.
“Gencatan senjata di Gaza memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan oleh anak-anak Gaza dan harapan akan adanya jalan menuju pemulihan,” kata Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, dikutip dari halaman UNICEF USA, Selasa (1/4/2025)
“Namun, anak-anak kembali terjerumus ke dalam siklus kekerasan dan perampasan yang mematikan (yang dilakukan Israel). Semua pihak harus mematuhi kewajiban mereka di bawah hukum kemanusiaan internasional untuk melindungi anak-anak," ujar Catherine.
Setelah hampir 18 bulan Israel lakukan genosida di Gaza, lebih dari 15 ribu anak dilaporkan telah dibunuh Israel, lebih dari 34 ribu anak dilaporkan terluka, dan hampir satu juta anak berulang kali mengungsi dan kehilangan hak mereka untuk mendapatkan layanan dasar. Dengan tidak adanya bantuan yang diizinkan masuk ke Jalur Gaza sejak 2 Maret 2025 yang merupakan periode pemblokiran bantuan terpanjang sejak dimulainya genosida oleh Israel.
Makanan, air bersih, tempat tinggal, dan perawatan medis menjadi semakin langka di Gaza, Palestina. Tanpa pasokan penting ini, malnutrisi, penyakit, dan kondisi lain yang dapat dicegah kemungkinan besar akan melonjak, yang mengarah pada peningkatan kematian anak yang dapat dicegah.
Organisasi-organisasi kemanusiaan bekerja tanpa lelah untuk melindungi dan mendukung anak-anak dalam kondisi yang mengerikan ini, tetapi terus menghadapi serangan Israel yang telah membunuh dan melukai ratusan pekerja bantuan. Serangan-serangan Israel melanggar hukum kemanusiaan internasional dan membahayakan kelangsungan operasi-operasi penting yang menyelamatkan nyawa mereka yang sangat membutuhkan. Terlepas dari risiko yang sedang berlangsung, UNICEF berkomitmen untuk terus memberikan dukungan kemanusiaan yang dibutuhkan anak-anak dan keluarga mereka untuk bertahan hidup dan mendapatkan perlindungan.
UNICEF terus menyerukan kepada semua pihak untuk menghentikan permusuhan dan mengembalikan gencatan senjata. Bantuan kemanusiaan dan barang-barang komersial harus diizinkan masuk dan diangkut melintasi Jalur Gaza. Anak-anak yang sakit dan terluka harus dievakuasi untuk mendapatkan perawatan medis. Warga sipil, termasuk anak-anak dan pekerja kemanusiaan, serta infrastruktur penting yang tersisa harus dilindungi, dan para sandera harus dibebaskan.
UNICEF juga mendesak negara-negara yang memiliki pengaruh untuk menggunakan pengaruh mereka untuk menghentikan genosida yang dilakukan Israel dan memastikan penghormatan terhadap hukum internasional, termasuk perlindungan terhadap anak-anak. Dunia tidak boleh berdiam diri dan membiarkan pembunuhan dan penderitaan anak-anak terus berlanjut.