Kamis 13 Feb 2025 13:59 WIB

Ayam Potong Halal untuk Jamaah Haji RI Pun Berasal dari Negara Non-Muslim

Banyak produk halal di Tanah Air justru dikuasai perusahaan non-Muslim

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: A.Syalaby Ichsan
Pekerja mengemas daging ayam di Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Restu Jaya, Rawa Kepiting, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Sabtu (4/5/2024). RPHU Restu Jaya  mendistribusikan daging ayam potong ke seluruh pasar di Jakarta sebanyak 15-25 ton per hari dengan harga jual mulai dari Rp9.000 per kilogram untuk kepala ayam hingga Rp46.000 per kilogram untuk dada ayam fillet. Sementara, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mewajibkan  seluruh RPH memiliki sertifikat halal paling lambat hingga Oktober 2024 yang diatur melalui Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang sertifikat halal.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pekerja mengemas daging ayam di Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Restu Jaya, Rawa Kepiting, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Sabtu (4/5/2024). RPHU Restu Jaya mendistribusikan daging ayam potong ke seluruh pasar di Jakarta sebanyak 15-25 ton per hari dengan harga jual mulai dari Rp9.000 per kilogram untuk kepala ayam hingga Rp46.000 per kilogram untuk dada ayam fillet. Sementara, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mewajibkan seluruh RPH memiliki sertifikat halal paling lambat hingga Oktober 2024 yang diatur melalui Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang sertifikat halal.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Meski merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam industri halal. Banyak produk halal yang beredar di Tanah Air justru dikuasai oleh perusahaan non Muslim dari luar negeri.  

Ketua Dewan Pengurus Harian DSN MUI Siti Ma’rifah mengungkapkan, salah satu contoh nyata adalah ayam potong bersertifikasi halal yang dikonsumsi oleh jamaah haji Indonesia. “Ternyata ayam potong tersebut berasal dari Brasil,” ujarnya dalam Sustainable Islamic Economic Summit, Beyond Halal The Thayyib Economy for Sustainable Livelihood yang diikuti secara daring, Kamis (13/2/2025).

Baca Juga

Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih bergantung pada impor produk halal, padahal potensinya sangat besar untuk dikembangkan secara lokal.  Selain Brasil, beberapa negara lain seperti Thailand juga telah lebih dahulu mengembangkan industri halal secara strategis.

Ma’rifah menyebut, meskipun Indonesia telah menempati peringkat ketiga dalam Global Islamic Economy tahun 2023, langkah-langkah yang lebih massif dan komprehensif masih diperlukan agar daya saing Indonesia semakin kuat.  “Dari segi regulasi, kita agak tertinggal. Indonesia baru mulai mengembangkan industri halal sejak tahun 1991, sementara negara lain sudah sejak tahun 1963,” katanya.

Meski demikian, ia menekankan bahwa perkembangan industri halal di Indonesia cukup pesat, dan kerja sama antara berbagai pihak sangat penting untuk memaksimalkannya.  Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya konsep halalan thayyiban dalam industri halal.

photo
Infografis tahapan kewajiban sertifikasi halal dari BPJPH - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement