Senin 17 Nov 2025 16:03 WIB

BPJPH Sebut Maskapai Indonesia Belum Terapkan Sertifikasi Halal untuk Makanan saat Penerbangan

Industri halal bukan semata persoalan agama.

Rep: Nursyamsi/ Red: Muhammad Hafil
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hassan menyampaikan paparan terkait produk halal saat Peluncuran As-Syafiiyah Halal Center di Graha Alawiyah, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (8/1/2025). Universitas Islam As-Syafiiyah (UIA) resmi mendirikan halal center sebagai upaya meningkatkan jaminan produk halal bagi umat muslim.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hassan menyampaikan paparan terkait produk halal saat Peluncuran As-Syafiiyah Halal Center di Graha Alawiyah, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (8/1/2025). Universitas Islam As-Syafiiyah (UIA) resmi mendirikan halal center sebagai upaya meningkatkan jaminan produk halal bagi umat muslim.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hassan menyoroti lambannya penerapan sertifikasi halal di Indonesia. Haikal tak ragu Indonesia tertinggal dari negara-negara dengan penduduk mayoritas nonmuslim dalam implementasi industri halal.

Haikal mencontohkan penerapan sertifikasi halal pada layanan penerbangan. Haikal menyampaikan maskapai penerbangan Australia, Qantas, telah memerhatikan prinsip makanan dan minuman halal sejak 1992.

 

"1992, saya pertama kali ke Australia itu naik Qantas untuk sekolah. Saya terkejut karena cuma saya dikasih yang dikasih makanan duluan padahal saya duduk di kursi ekonomi," ujar Haikal saat Rakornas bidang Sosial Kadin Indonesia bertajuk "Sinergi Lintas Sektor Menuju Ekonomi Inklusif & berkelanjutan mewujudkan  Indonesia Incorporated" di Menara Kadin Indonesia, Jakarta, Senin (17/11/2025).

 

Setelah memberikan makanan kepada dirinya, lanjut Haikal, pramugari baru memberikan makanan kepada seluruh penumpang lain. Haikal pun bertanya kepada pramugari terkait perbedaan makanan yang diberikan kepadanya dibandingkan penumpang lain.  

 

"Jawaban pramugarinya, 'Anda tamu istimewa, kami tahu Anda muslim dari nama Anda. Kami menyajikan makanan halal untuk Anda'. 1992 mereka sudah menerapkan halal di Qantas. Ini 2025 belum juga halal di Garuda, di Lion, di AirAsia. Jadi kita ketinggalan," ujar Haikal.

 

Haikal menegaskan industri halal bukan semata persoalan agama, melainkan juga terkait pelayanan pelanggan, kepuasan, kemakmuran, simbol kebersihan dan kesehatan. Haikal menyampaikan Masyarakat Ekonomi Eropa bahkan menyebut makanan elit adalah makanan yang memenuhi standar halal. 

 

"Mereka menyebut halal itu makanan elit. Bayangin, kalau enggak halal, enggak elite. Yang ngomong nonmuslim," sambung Haikal.

 

Hal serupa pun terjadi di Asia. Haikal menyampaikan hasil riset Busan Pharmaceutical Company menyebut masyarakat Korea Selatan (Korsel) menilai makanan halal memiliki keunggulan dari sisi higienitas.

 

"Yang menyebutkan halal double clean itu K-pop. Itu survei yang akurat, seluruh Korea dan K-pop milihnya halal," ungkap dia. 

 

Haikal menjelaskan industri halal merupakan mesin pertumbuhan ekonomi bagi Cina. Haikal mengatakan Negeri Tirai Bambu telah aktif menerapkan standar halal sejak era 80-an sehingga produknya bisa tembus pasar Timur Tengah, bahkan Makkah dan Madinah. 

 

"Lihat barang-barang dan makanan yang kita makan di Makkah itu Made in Cina Karena dia sudah halal duluan. Peralatan dapur waktu haji 2025 kemarin itu Thailand yang menerapkan halal kitchen," lanjut Haikal. 

 

Haikal menyampaikan Indonesia sejatinya telah mencoba memanfaatkan populasi penduduk Muslim yang besar dalam sektor industri halal. Haikal mengatakan gagasan tersebut telah ada sejak era Orde Baru pada 1974 yang menetapkan halal dalam nomenklatur kesehatan. 

 

"Di masa mantan Presiden SBY mengeluarkan mengenai Undang nomor 33 tahun 2014, keluar lagi PP 42 tahun 2024 dari mantan Presiden Jokowi tapi sifatnya anjuran. Nggak bisa bangsa ini diberi anjuran," ucapnya. 

 

Oleh karena itu, Haikal mengatakan pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal tahun depan akan menandai keseriusan pemerintah. Haikal mengatakan seluruh produk makanan, minuman, obat, kosmetik dan barang gunaan lainnya seperti pakaian yang masuk, diperjual belikan, dan didistribusikan di Indonesia wajib bersertifikat halal.

 

"Kalau tidak halal dikasih label nonhalal. Kalau enggak ada label sama sekali, ini kena peraturannya, pelanggaran, dikasih peringatan, bisa pencabutan, bisa penarikan dari peredaran. Jadi dengan begini, kita punya aturan yang jelas dan tegas," kata Haikal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement