REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Tim Tabayun dan Advokasi MUI terkait dengan PSN (Proyek Strategis Nasional) di PIK 2, Prof Utang Ranuwijaya menyampaikan suara masyarakat Banten yang terzalimi.
"Masyarakat Banten sering mengatakan Banten itu dulu Kesultanan.Tapi kenapa Banten rata dengan Tanah. Artinya apa? Ini isyarat sebenarnya, isyarat kepada siapapun," ujar Prof Utang yang juga merupakan bagian dari masyarakat Banten beberapa waktu lalu.
Menurut dia, apa yang dikatakan masyarakat Banten tersebut sebenarnya menunjukkan adanya ancaman dari masyarakat.
"(Artinya) Kalau sampai merasa masyarakat itu terjajah, karena hak-haknya terzolimi, karena kemafsadatan (keburukan yang merusak) yang terus ada dan dibiarkan, masyarakat ingin memberontak melakukan perlawanan," ujar Prof Utang.
Karena itu, dia berharap semua pihak untuk memahami tangisan masyarakat kecil. Menurut dia, permintaan MUI untuk menghentikan proyek pembangunan tersebut juga sangat beralasan.
"Kalau MUI meminta berdasarkan Mukernas meminta proyek PSN PIK 2 itu dihentikan, saya kira sangat beralasan, dan itu sejalan dengan nafasnya masyarakat Banten, termasuk saya kira DKI, semua pihak mungkin menghendaki agar itu diselesaikan dengan sebaik-baiknya," kata dia.
"Jangan sampai terjadi kezaliman, kemafsadatan yang bertubi-tubi yang kemudian rakyat kecil yang menjadi korban," jelas Prof Utang.
Berdasarkan informasi yang diterima MUI, warga tidak mendapatkan sosialisasi yang jelas soal pembangunan PSN. Bahkan warga dipaksa menjual tanahnya dengan harga Rp 50 ribu per meter.