REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Militer Lebanon pada Kamis (28/11/2024) menuduh Israel berulang kali melanggar perjanjian gencatan senjata yang disetujui kedua pihak. Gencatan senjata yang mulai berlaku sejak Rabu (27/11/2024) pagi itu disebut mengakhiri pertempuran antara tentara Israel dengan kelompok Hizbullah yang sudah berjalan selama 14 bulan.
Dalam pernyataan militernya, militer Lebanon mengatakan, tentara Israel telah melanggar perjanjian tersebut beberapa kali pada Rabu dan Kamis, termasuk melalui pelanggaran wilayah udara dan serangan menggunakan berbagai jenis senjata.
Tentara Lebanon menyatakan tengah memantau pelanggaran-pelanggaran tersebut secara ketat bekerja sama dengan otoritas terkait, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut. Akibat pelanggaran tersebut, dua orang dilaporkan terluka pada Kamis pagi dalam serangan udara Israel terhadap sebuah kendaraan di Markaba, Lebanon selatan.
Selain itu, tank Israel juga melepaskan tembakan di wilayah Ayta al-Shaab, Jbeil, Khiam, Taybe, Wazzani, dan wilayah pinggiran Kfarshouba. Pesawat pengintai Israel terpantau terbang di atas distrik Tyre dan Bent Jbeil pada Kamis pagi.
Menurut ketentuan gencatan senjata, Israel akan menarik pasukannya ke selatan Garis Biru, yang merupakan perbatasan de facto, secara bertahap. Sementara itu, tentara Lebanon akan dikerahkan di wilayah selatan Lebanon dalam waktu tidak lebih dari 60 hari.
Penerapan perjanjian tersebut akan diawasi oleh AS dan Prancis, namun detail tentang mekanisme penegakannya masih belum jelas. Menurut otoritas kesehatan Lebanon, lebih dari 3.960 orang tewas dan lebih dari 16.500 lainnya terluka akibat serangan Israel di Lebanon sejak Oktober tahun lalu. Lebih dari 1 juta orang juga telah mengungsi akibat konflik tersebut.