Jumat 08 Nov 2024 16:21 WIB

Menag Buka Mudzakarah Perhajian 2024, Bahas Investasi Setoran Awal Haji Haram

Ijtima' Ulama MUI mengharamkan penggunaan hasil investasi setoran awal haji.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Kementerian Agama menggelar acara pembukaan Mudzakarah Perhajian Indonesia 2024 di IAI Persis Bandung pada 7-9 November 2024. Acara ini dihadiri Menteri Agama RI, Prof KH Nasaruddin Umar, Wakil Badan Penyelenggara Haju (BPH) Dahnil Anzar Simanjuntak, Kepala BPKH Fadlul Imansyah, Dirjen PHU Kemenag Hilman Latief, dan Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang.
Foto: Republika/Muhyiddin
Kementerian Agama menggelar acara pembukaan Mudzakarah Perhajian Indonesia 2024 di IAI Persis Bandung pada 7-9 November 2024. Acara ini dihadiri Menteri Agama RI, Prof KH Nasaruddin Umar, Wakil Badan Penyelenggara Haju (BPH) Dahnil Anzar Simanjuntak, Kepala BPKH Fadlul Imansyah, Dirjen PHU Kemenag Hilman Latief, dan Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Prof KH Nasaruddin Umar membuka secara resmi Mudzakarah Perhajian Indonesia 2024 di IAI Persis Bandung pada Kamis (7/11/2024) malam. Dalam acara ini, para peserta akan membahas isu-isu krusial terkait fikih haji.

Salah satunya soal hasil Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI yang mengharamkan penggunaan hasil investasi setoran awal biaya haji (Bipih) untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lain.

Baca Juga

"Isu yang kita akan bahas pada malam ini langsung saja, pertama adalah isu hasil Ijtima Majelis Ulama di Bangka Belitung yang menetapkan manfaat yang kita peroleh setiap tahunnya dari BPKH haram," ujar Prof Nasaruddin dalam sambutannya.

Menurut dia, masalah itu tampak mudah, tetapi jika tidak dibahas secara komprehensif masalah itu akan menimbulkan isu yang hangat di tengah masyarakat. Namun, dia yakin para ulama yang hadir dalam acara Mudzakarah Perhajian ini dapat memecahkan persoalan tersebut.

"Saya ingat kaidah mengatakan bahwa melakukan tindakan untuk rakyat harus didasari untuk kemaslahatan. Jadi pertemuan perjumpaan musyawarah untuk rakyat, untuk umat harus didasari untuk kemaslahatan. Jangan justru sebaliknya," ucap dia.

Kaidah ushul fikih yang dikutip Menag tersebut berbunyi “tasharruful imam ‘alaa ra’iyyah manuthun bil maslahah”. Artinya, tindakan pemimpin terhadap rakyat itu harus didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan.

"Kaidah fikih ini mengingatkan kita hasil pertemuan itu harus menghasilkan sesuatu yang meringankan beban masyarakat. Bukan sebaliknya," kata Prof Nasaruddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement