Kamis 19 Sep 2024 07:08 WIB

Mesir Tolak Kehadiran Israel di Koridor Philadelphi

Israel harus diseret ke Mahkamah Internasional.

Keterangan sumber Republika soal pemboman Israel di Masjid At-Tabiin di Gaza bagian Tengah, Sabtu (10/9/2024) subuh.
Foto: Dok Republika
Keterangan sumber Republika soal pemboman Israel di Masjid At-Tabiin di Gaza bagian Tengah, Sabtu (10/9/2024) subuh.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Mesir pada hari Rabu menegaskan kembali penolakannya terhadap kehadiran militer Israel di Koridor Philadelphi, perbatasan negara tersebut dengan Gaza, di tengah upaya mediasi yang sedang berlangsung untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di wilayah Palestina tersebut.

Berbicara dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Kairo, Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty mengatakan bahwa mereka telah membahas kebutuhan mendesak untuk gencatan senjata di Gaza dan pentingnya segera mencapai kesepakatan.

Baca Juga

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersikeras untuk mempertahankan kehadiran militer di Koridor Philadelphi, perbatasan Mesir-Gaza, sebuah posisi yang ditolak keras oleh Kairo.

Diplomat tertinggi Mesir itu memperingatkan bahaya tergelincirnya konflik menjadi perang regional.

Peringatan ini datang sehari setelah setidaknya 12 orang tewas dan hampir 2.800 lainnya terluka dalam ledakan penyeranta (pager) di Lebanon.

Menanggapi ledakan tersebut, Abdelatty mengutuk segala bentuk eskalasi yang mengancam stabilitas dan kedaulatan Lebanon.

Tidak ada komentar dari Israel mengenai ledakan pager. Namun, Hizbullah bersumpah akan membalas serangan Israel setelah insiden tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Mesir itu juga mengatakan telah membahas dengan Blinken pentingnya mencapai kesepakatan terkait Bendungan Besar Renaissance Ethiopia dan memastikan bahwa hal itu tidak merugikan Mesir, serta pentingnya mendukung kesatuan Somalia.

Mesir memandang bendungan Ethiopia itu sebagai “ancaman eksistensial” terhadap aliran Sungai Nil di wilayah Mesir. Bertahun-tahun negosiasi antara kedua pihak gagal mencapai terobosan apa pun. 

PBB

Majelis Umum PBB pada Rabu (18/9) secara aklamasi mendukung sebuah resolusi yang menyerukan penghentian pendudukan Israel yang "melanggar hukum" dalam waktu 12 bulan.

Resolusi ini, yang dipelopori oleh Palestina, diadopsi dengan konsensus besar, di mana 124 negara anggota memberikan suara mendukung, 14 menentang, dan 43 abstain.

Didukung bersama oleh Turki dan lebih dari 50 negara anggota lainnya, resolusi ini menuntut bahwa pendudukan Israel di wilayah Palestina ilegal menurut hukum internasional, termasuk di antaranya keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) dan Dewan Keamanan PBB (UNSC).

Resolusi tersebut juga mencatat bahwa permukiman Israel melanggar hukum internasional, serta menegaskan bahwa rakyat Palestina memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri sesuai dengan Piagam PBB.

Resolusi ini menegaskan kembali bahwa masalah Palestina merupakan "tanggung jawab tetap PBB" hingga terselesaikan sesuai dengan hukum internasional, dan menyoroti perlunya Israel segera mengakhiri pendudukan yang dimulai pada tahun 1967.

Lebih lanjut, resolusi ini meminta Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, untuk menyampaikan laporan tentang implementasi resolusi tersebut dalam waktu tiga bulan setelah diadopsi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement