Senin 16 Sep 2024 05:02 WIB
Maulid Nabi Muhammad

Keberkahan Apa yang Didapatkan Ketika Menghadiri Maulid Nabi?

Maulid Nabi Muhammad mengingatkan banyak orang tentang manusia terbaik.

Rep: Muhyiddin/ Red: Erdy Nasrul
Warga mengikuti kirab sekaten di kawasan Pisangan Timur, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Ahad (15/9/2024). Yayasan Al Khitoh Insani menggelar kegiatan kirab sekaten dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi yang diperingati setiap 12 Rabiul Awal tahun Hijriah. Kirab Sekanten dimaknai sebagian umat muslim sebagai metode penyebaran agama islam khususnya di Jawa Tengah pada era wali songo. Selain kirab Sekaten, yayasan tersebut juga menggelar kegiatan tausiah, tahlil, santunan anak yatim dan shalawatan yang diharapkan menjadi sarana untuk menghidupkan kembali semangat perjuangan islam sekaligus meneladani akhlak Rasulullah SAW, menjalin silaturahmi juga meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Foto:

"Wa ma arsalnaka illa rahmatan lil 'alamin” (Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam). Kiai Mustain menjelaskan bahwa Maulid Nabi adalah momen untuk merenungi betapa besar rahmat yang diberikan Allah melalui kehadiran Rasulullah SAW.

Selain itu, Kiai Mustain juga merujuk pada Kitab Iqtidzo' Sirotol Mustaqim karya Ibnu Taimiyah yang meskipun kritis terhadap beberapa bentuk perayaan, tetap menegaskan bahwa memperingati kelahiran Rasulullah dapat menjadi bentuk ta'zim (penghormatan) terhadap beliau selama dilakukan dengan niat yang baik dan tidak melanggar syariat.

“Maulid adalah momen untuk meneguhkan kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW dan mengambil pelajaran dari kehidupan beliau," jelas Kiai Mustain dalam acara puncak peringatan Maulid Nabi di Pondok Pesantren Al-Muayyad, Surakarta, Ahad (15/9/2024).

Menurut Kiai Mustain, peringatan Maulid merupakan bukti cinta umat Islam kepada Rasulullah, sebagaimana belau sendiri bersabda, 'La yu’minu ahadukum hatta akuna ahabba ilaihi min walidihi wa waladihi wan naasi ajma’iin' (Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga aku lebih ia cintai daripada orang tua, anak, dan seluruh manusia)” (HR Bukhari dan Muslim).

Tentang dzikir berjamaah, dzikir dengan suara keras dan mendoakan orang telah meninggal maupun masih hidup, Kiai Mustain menjelaskan dari Kitab Ma’mu’ Fatawa bahwa Imam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang mengingkari ahli dzikir, di mana ia memprotes ahli dzikir (berjama’ah) “Ini dzikir bid’ah dan menyaringkan suara didalam dzikir kalian juga bid’ah”.

Mereka (ahli dzikir) memulai dan menutup dzikirnya dengan membaca Alquran, kemudian mereka berdoa untuk kaum muslimin yang hidup maupun yang sudah wafat, mereka mengumpulkan antara bacaan tasybih, tahmid, tahlil, takbir, hawqalah (Laa Hawla wa Laa Quwwata Ilaa Billah), mereka juga bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

"Berkumpul untuk dzikir kepada Allah, mendengarkan Kitabullah dan doa merupakan amal shalih, dan itu termasuk dari paling utamanya qurubat (amal mendekatkan diri kepada Allah) dan paling utamanya ibadah-ibadah pada setiap waktu," jelas Kiai Mustain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement