Kamis 18 Jul 2024 08:51 WIB

Melacak Jejak Warga Yahudi di Tanah Jawa

Keberadaan Yahudi di Nusantara tak lepas dari ekspedisi Portugis.

Seorang Yahudi Ortodoks Membaca Taurat diapit dua Muslim membaca Alquran di Yerusalem pada 1895.
Foto:

Khusus tentang Yahudi di Batavia dan Semarang, Saphir secara khusus menulis, “Beberapa memiliki istri Yahudi, lainnya menikah dengan wanita lokal. Mereka tidak memiliki guru agama, tempat penyembelihan hewan, mohel (pengkhitan), tapi mereka tidak mengingkari asal-usul mereka. Mereka mengaku Yahudi. Saya katakan kepada mereka bahwa saya akan mengkhitan semua Yahudi yang ingin kembali ke kepercayaan Ibrahim.” 

Di Surabaya, Rabi Saphir juga berbicara kepada orang-orang Yahudi, terutama Azhkenazim, yang sekian lama meninggalkan ajaran Ibrahim. “Tidakkah kalian malu kepada orang Arab dari Muskat dan Hadramaut. Mereka mampu menjaga keimanan mereka, membangun masjid, menjalankan ajaran dalam nama Allah.”  

Rob Cassuto, salah satu anggota Keluarga Cassuto yang lahir di Batavia, memperkirakan migrasi besar-besaran Yahudi dari Eropa—terutama Belanda dan Jerman—terjadi di pengujung abad ke-19. Migrasi mencapai puncaknya jelang pergantian abad ketika pemerintah Belanda mencoba membentuk koloni kulit putih yang mapan di Hindia-Belanda. 

Lewat iklan di surat kabar, Kerajaan Belanda mengajak warganya mengisi posisi-posisi penting di tanah jajahan. Orang Yahudi yang paling pertama merespons ajakan ini. Bersama orang Belanda, mereka datang ke Batavia dan mengisi posisi penting di Pemerintahan Hindia-Belanda, menjadi guru di sekolah-sekolah anak-anak Eropa dan Cina, atau berkarier di ketentaraan.

Mereka yang tidak kebagian posisi di pemerintahan, berprofesi sebagai pengacara, dokter, pedagang, atau pengusaha perkebunan di wilayah-wilayah yang terkena liberalisasi tanah. Mereka dengan cepat menjadi sangat kaya dibanding pemukim kulit putih lainnya.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement