Senin 16 Sep 2024 21:22 WIB

Dibedakannya Haji Syrik dan Haji Sesuai Syariat oleh Nabi Muhammad.

Nabi Muhammad menjalankan haji sesuai syariat.

Rukun Haji (ilustrasi)
Foto: republika
Rukun Haji (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TAIF -- Usai penaklukan Makkah, Nabi Muhammad SAW menyusun kerja secara terstruktur dan terorganisir agar berhala-berhala hilang di sekitaran Ka'bah. Hal ini untuk membedakan mana amal ibadah haji sesuai syariat mana ibadah haji yang jahilyah atau musyrik. 

Abu Thalhah Muhammad Yunus Abdussttar dalam kitabnya "Kaifa Tastafidumi min al-Haramain asy-Syarifain Ayyuha az-Zair wa al-Muqim Ahwal an-Nabi fi al-Hajj" menuliskan adapun siar dan amalan yang jelas menunjukkan kesengajaan nabi untuk berbeda dari orang-orang musyrik, antara lain adalah:

Baca Juga

Pertama, Talbiyah. Dahulu kaum musrikin memasukkan unsur syirik dalam bertalbiyah. Mereka mengucapkan.

"...kecuali sekutu yang engkau miliki."  Maka nabi mengesakan Tuhan dan menghapuskan unsur syirik dalam beribadah (HR Muslim).

Kedua, Nabi SAW melakukan wukuf bersama kaum muslimin di Arafah. Ini berbeda dengan orang-orang kafir Quraisy yang dahulu wukuf di Muzdalifa dan mengatakan, "kita tidak meninggalkan wukuf kecuali dari tanah haram Muzdalifah." (HR Bukhari).

Ketiga, Nabi SAW keluar meninggalkan Arafah sesudah matahari tenggelam, dan beranjak dari Muzdalifah sebelum terbitnya. Hal ini berbeda dengan ajaran kaum musyrikin yang pergi meninggalkan Arafah sebelum matahari tenggelam dan beranjak sesudah matahari terbit. Miswar bin Makhramah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah di Arafah, dia menceritakan bahwa setelah memanjatkan puji dan syukur kepada Allah, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, "

"Mereka, orang-orang musyrik penyembah berhala pergi meninggalkan tempat ini (Arafah) menjelang matahari tenggelam, yakni pada saat matahari berada di atas puncak gunung seperti halnya surban di atas kepala.  Ajaran kita berbeda dengan ajaran mereka. Mereka meninggalkan al-Masyaril Haram (Muzdalifah) pada saat matahari terbit di puncak gunung seperti halnya surban di atas kepala. Ajaran kita berbeda dengan ajaran mereka (HR Baihaqi).

Keempat, Nabi SAW memerintahkan Aisyah untuk melakukan umroh sesudah melaksanakan haji. Hal ini berbeda dengan kaum musyrikin yang tidak memperbolehkan umrah kecuali sudah masuk bulan Safar. Ibnu Abbas ra mengatakan, "Demi Allah Rasulullah tidak berumroh di bulan Dzulhijjah kecuali untuk membedakan dengan cara pelaksanaan haji orang-orang musyrik. 

Karena sesungguhnya suku Quraisy dan kroni-kroninya selalu mengatakan," apabila bulu unta telah menjadi lebat, dan punggungnya telah sembuh dari lecet akibat pergi haji, dan bulan Safar telah tiba, maka seseorang boleh melakukan umroh. 

"Jadi mereka mengharamkan umrah kecuali setelah berakhirnya bulan Dzulhijjah dan Muhammad. (HR Abu Dawud)

Kelima Nabi SAW sengaja membuat orang-orang musyrik emosional dengan menampakkan syiar syiar Islam di lokasi-lokasi mereka. Karena mereka menamfakan kekufuran dan permusuhan kepada Allah dan Rasul-Nya.hal ini seperti ketika Nabi bersabda di mina, kita besok singgah di Khaif tempat bani Kinanah bersekongkol melakukan kekufuran (HR Bukhari).

Abu Thalhah mengatakan, Nabi SAW memerintahkan hal demikian karena dahulu suku Quraisy dan suku Kinanah bersekutu memusuhi Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib untuk tidak berbesanan dan tidak membait mereka hingga Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib menyerahkan nabi kepada mereka. Namun Allah tidak menghendaki hal itu terjadi. Mereka pun pulang dengan melalui.

"Allah menolong nabinya dan meninggikan kalimatnya serta menyempurnakan agama nya yang kokoh," katanya.

Ibnu Qayyim menyatakan, "Semua ini adalah kebiasaan Nabi SAW dan menegakkan syiar tauhid di tempat-tempat kekufuran, seperti perintahnya agar di tempat bekas berhala Latta dan Uzza didirikan masjid tahif."

Nabi tidak hanya bermain sendiri dalam politik perbedaan dengan kaum musyrikin tersebut, tetapi dia juga menginstruksikan para sahabatnya untuk berbuat hal yang sama. Hal ini sebagaimana perintahnya kepada orang-orang non Quraisy agar membedakan ihramnya dengan bid'ah suku Quraisy yang melarang seseorang untuk bertawaf di Ka'bah kecuali dengan mengenakan baju mereka. Bila tidak mendapatkan maka bertawaf dengan telanjang. Pada tahun ke-9 hijriyah Nabi menggumumkan ke seluruh kaum muslimin, tawaf di baitullah dengan telanjang tidak diperbolehkan (HR Bukhari). 

Demikian pula perintahnya kepada para sahabat yang tidak membawa hewan sembelihan, agar melakukan haji tamattu berumrah lebih dahulu sebelum berhaji. Suatu rangkaian ibadah yang berbeda dengan kaum musyrikin. Menurut mereka umrah di bulan haji termasuk perbuatan yang paling tercela (HR Bukhari). 

Demikian pula perintahnya kepada masyarakat ansor untuk melakukan sa'i antara Bukit Safa dan Marwah. Nabi bersabda. "Lakukanlah sai karena sesungguhnya Allah telah mewajibkan syair atas kalian" (HR Ibnu khuzaimah). Ini berbeda dengan kebiasaan kaum jahiliyah yang melarang sai pada saat menyembah berhala-berhala mereka.

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement