Ahad 02 Jun 2024 06:18 WIB

Muhammadiyah Ramai Salafi, Sementara di NU Ribut Nasab Habib Ba Alawi

Polemik Salafi dan Ba Alawi memecah belah warga dua ormas Islam terbesar

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi. Polemik Salafi dan Ba Alawi memecah belah warga dua ormas Islam terbesar
Foto:

Seiring dengan ramainya salafi mengomentari ceramah UAH, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat, Prof Abdul Mu'ti mengirim pesan kepada jajaran jamaah Muhammadiyah agar bisa mengelola masjid sendiri agar tidak dikuasai kelompok lain.

Meski tidak disebutkan yang dimaksud kelompok lain itu siapa oleh Prof Mu'ti. Namun, Pakar Sosiologi agama dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abd Faiz Aziz menyebutkan bahwa baru-baru ini muncul kelompok keberagamaan yang sering disebut dengan salafi masuk ke masjid-masjid NU dan Muhammadiyah dengan tujuan mengembalikan praktik keberagamaan yang benar menurut mereka dan sesuai dengan praktik keislaman zaman Nabi Muhammad SAW dan salafus shalih.

Menurut Faiz, kaum salafi tersebut menyasar masjid-masjid NU dan Muhammadiyah, karena dua organisasi keislaman ini menjadi penguasa mazhab keberislaman di Indonesia.

Kelompok salafi ini memiliki semangat dakwah dan mencoba memberikan alternatif penjelasan dari keislaman yang dipraktikkan NU dan Muhammadiyah.

Secara perlahan kelompok salafi ini merebut ruang masjid, meski belakangan NU dan Muhammadiyah memiliki ragam reaksi atas munculnya kelompok salafi. 

Ustadz Abdul Somad atau yang biasa disebut masyarakat dengan panggilan UAS juga berkomentar bahwa kelompok salafi-wahabi ini kerap membid'ahkan orang yang berbeda pendapat dengan mereka. 

"Salafi-wahabi mirip dengan Muhammadiyah, mereka (salafi-wahabi) tidak pakai ushalli, basmalah sirr, tidak qunut Shubuh, tidak zikir jahr bersama, tidak doa bersama setelah sholat, sehingga mereka (salafi-wahabi) lebih mudah masuk masjid Muhammadiyah daripada masjid NU," kata Ustadz Somad kepada Republika.co.id, Selasa (14/5/2024).

Terbaru, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Syafiq A Mughni menyampaikan bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi yang luas, yang sikapnya lues dan pikirannya luas. Sehingga Muhammadiyah cenderung untuk menerima siapa saja yang ingin mengabdi kepada Muhammadiyah. 

"Tetapi jangan sampai keterbukaan (Muhammadiyah) itu kemudian dimanfaatkan untuk mengganggu Muhammadiyah, termasuk menyerobot aset yang sebenarnya milik Muhammadiyah," kata Prof Syafiq saat diwawancarai Republika.co.id di Aula Masjid At-Tanwir PP Muhammadiyah, Senin (27/5/2024).

Menurut Prof Syafiq, Muhammadiyah harus hati-hati supaya amanah yang diberikan kepada Muhammadiyah itu tetap terjaga. Maka Muhammadiyah juga harus berhati-hati terhadap setiap usaha dari pihak yang ingin mengambil alih aset dari Muhammadiyah. 

Ditanya, apakah yang dimaksud salafi (varian musa) mengambil alih aset Muhammadiyah itu hanya masjid saja atau ada aset lain? Prof Syafiq menjawab, sebenarnya aset yang lain (selain masjid) juga harus waspada agar tidak diambil alih. Tapi yang paling sering terjadi itu adalah masjid. 

"Karena (masjid) pintu masuknya lebih mudah dibandingkan dengan amal usaha yang lain (milik Muhammadiyah). Misalnya sekolahan, rumah sakit, perguruan tinggi, panti asuhan, itu lebih susah untuk dimasuki," ujar Prof Syafiq. 

Prof Syafiq ditanya lagi, apa dampak buruknya jika varian musa (Muhammadiyah-Salafi) dibiarkan masuk Muhammadiyah tanpa diwaspadai. Menurutnya akan menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat. Karena Muhammadiyah menganut wasthiyah. 

"Islam itu agama wasthiyah, sehingga tidak mudah mengkafirkan orang, tidak mudah membid'ahkan orang. Kita bersikap proporsional, tetapi kalau ada orang yang memanfaatkan masjid Muhammadiyah untuk mencaci maki orang lain, nah ini akan menimbulkan persoalan bagi Muhammadiyah," jelas Prof Syafiq.

Prof Syafiq mengatakan, pesan yang mereka (varian musa) sampaikan itu bertentangan dengan paham atau ideologi Muhammadiyah, tentu merugikan Muhammadiyah. Orang lain mungkin punya kesan seolah-olah (pesan dari varian musa) itu identik dengan Muhammadiyah. Sehingga Muhammadiyah mendapatkan citra yang buruk, akibat orang yang sebenarnya tidak mendapatkan persetujuan dari Muhammadiyah.

Ribut nasab

Sementara itu, polemik nasab Ba Alawi yang menjadi muara nasab para Habaib di Indonesia munculkan kegaduhan di kalangan Nahdliyin. 

Hal ini setelah kesahihannya digugat tokoh asal Banten. KH Imaduddin Utsman al-Bantani menggugat nasab tersebut dalam riset nya yang berjudul “Menakar Kesahihan Nasab Habib di Indonesia; Sebuah Penelitian Ilmiah.” Dalam penelitiannya tersebut, dia menyanggah Kesahihan nasab habaib di Indonesia sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. 

Dia menulis dalam risetnya tersebut: “Berdasarkan data-data ilmiah yang penulis sebutkan di atas, penulis menyimpulkan bahwa sangat sukar sekali menurut takaran ilmiah untuk menyebut bahwa Ba Alawi adalah keturunan Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidi bin Ja’far as-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fatimah bin Nabi Besar Muhammad SAW.”

Riset ini pun menuai pro kontra di media sosial bahkan sampai di akar rumput, hingga jajaran elite Pengurus Besar Nahdlatul harus angkat bicara.      

Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftakhul Achyar turut angkat bicara menyoal polemik nasab habib di Indonesia. Menurut Kiai Miftakhul, isu yang gaduh ini cuma diembuskan segelintir orang. Masalah ini sudah bukan soal dzurriyah Ba'alawi melawan dzurriyah Wali Songo, melainkan arahnya sudah ke jamaah NU.

"Gangguan sudah sudah nyata, bukan dzon lagi, tapi jelas dialamatkan kepada NU dan bertubi-tubi. Hati-hati, itu pola Wahabi," ujar Kiai Miftakhul.

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement