REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juri Hafidz Indonesia Ustaz Dr Amir Faishol Fath mengatakan cara mendidik anak di zaman digital. Menurutnya mendidik anak di era digital sama saja dengan cara mendidik anak di zaman jahiliyah.
“Manusianya sama, itu-itu juga. Tidak ada yang berubah,” ujar Ustaz Amir dalam acara talkshow Keluarga Barakah Parenthood in Digital Era, Islamic Book Fair 2023, di Jakarta, Ahad (24/9/2023).
Pondasi utama dalam mendidik anak, Ustaz Amir mengungkapkan, adalah membangun tauhid. Orang tua mengajarkan anak bergantung kepada Allah, mengingat minallah, lillah, dan ilallah.
“Anakku kamu dari Allah, kamu tidak ada tanpa Allah, maka kamu harus berbuat untuk Allah, lillah. Maka kamu akan menghadap Allah, ilallah. Nanti kamu akan bertemu Allah dan kamu akan dimintai pertanggung jawaban,” kata Pakar Tafsir Alquran ini.
Setelah pondasi utama itu dibangun, Ustaz Amir melanjutkan, anak mau berhadapan dengan apa pun, misalnya digital, non digital, maka dia akan aman. Sebab anak tersebut sudah memiliki pondasi iman yang kuat.
Selain itu, Ustaz Amir menceritakan di zaman jahiliyah Nabi Muhammad SAW hidup seperti anak remaja pada umumnya. Nabi Muhammad SAW pernah ingin menonton pesta pernikahan pada zaman jahiliyah, yang tentunya banyak hal-hal yang membuka aurat di pesta tersebut.
Nabi Muhammad SAW sudah hadir di tempat itu. Tetapi begitu sampai, Nabi Muhammad SAW tertidur dan tidak bangun kecuali setelah matahari terbit dan sudah tidak ada orang sama sekali.
Hari berikutnya ada pesta itu lagi. Nabi Muhammad SAW ingin hadir kembali. Kemudian, Nabi Muhammad SAW tertidur lagi sampai matahari terbit.
Di balik kisah itu, Ustaz Amir mengungkapkan kalau ada tontonan di media sosial atau hal yang mengajak kepada dosa, anak jangan dimudahkan untuk memegang ponsel pintar.
“Dikontrol, jangan dibebaskan, jangan kemudian dia disuruh nonton terus sehingga boleh pegang itu, pegang ini, nonton ini, nonton itu, jangan. Jangan semua setiap hari pegang HP kecuali sudah dewasa,” katanya.
CEO Fath Institute ini lalu menambahkan sudah dewasa pun juga harus dijaga imannya. “Anak remaja ini jangan kemudian boleh melihat apa saja, ingat bahwa kamu akan dihisab oleh Allah dan kamu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Jadi, sama saja pokoknya namanya digital atau tidak, biasakan anak ini untuk mengontrol diri,” ujar Ustaz Amir menjelaskan.
Di sisi lain, Ustaz Amir menyarankan untuk mengajari anak tentang sisi positif digital. Ustaz Amir memberi contoh dirinya bersama anak-anak Hafidz Indonesia. Dia menyebutkan banyak dari mereka yang belum bisa membaca Alquran. Meski begitu, anak-anak tersebut bisa hafal Alquran, karena mereka diperdengarkan Alquran oleh bapak dan ibunya menggunakan handphone sehingga dengan mudah mereka menjadi penghafal Alquran.
“‘Kok bisa Pak Ustaz, belum bisa baca hafal Alquran? Bisa. Di zaman Nabi belum ada Alquran, belum tertulis, Nabi hafal Alquran pakai pendengaran,” katanya.
Jadi anak yang belum bisa membaca Alquran, Ustaz Amir menuturkan, biasakan mendengarkan Alquran secara digital sehingga dia hafal. Caranya adalah dengan bertahap.
Misalnya, setiap satu ayat diulang-ulang sampai 100 kali sehingga anak kemudian hafal karena dalam penelitian bahwa setiap data yang diulang sampai 40 kali minimal, maka dia akan pindah dari otak kanan ke otak kiri. Ketika diulang 500 kali, maka itu akan melekat di otak kiri dan tidak akan lupa. Lalu, ketika diulang 1.000 kali, maka anak menjadi hafal seumur hidup.
“Jadi menghafal ya begitu, digital membantu untuk bisa hafal. Bapak-ibunya hadir,” ujarnya.
Terakhir, Ustaz Amir juga berpesan kepada orang tua jangan asal memberikan ponsel kepada anak supaya mereka anteng. Itu bukan ibu-bapak yang baik. Bagi Ustaz Amir, ibu-bapak yang baik adalah yang mengontrol anaknya.
“Kalau ada seorang Ibu tidak rela ‘Pak Ustaz Aku tidak rela anakku kecelakaan, aku tidak rela jangan sampai anakku pecah otaknya, dijaga, dirawat’. Nah sama saja bu, ibu ngasih HP ‘Ini nak HP, sana main’, ibu sama, dia telah menghancurkan anak sehingga anak ini menjadi rusak otaknya dan tidak bisa cerdas,” kata Ustaz Amir.
“Jadi, gunakan digital sebagai sarana untuk menjadi kebaikan, termasuk menjadi sarana penghafal Alquran dan itu sudah banyak buktinya untuk itu,” ujarnya.