REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --
“Kita sering kali kecolongan, baru reaktif kalau sudah terjadi konflik. Tetapi kita tidak pernah melakukan langkah-langkah mitigasi atau deteksi dini. Jangan tunggu konflik meledak,” ujar Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kemenag Prof. Suyitno mengawali arahannya pada Pelatihan Deteksi Dini Konflik Sosial Keagamaan yang digelar Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Konflik sosial keagamaan bisa terjadi di mana saja, apalagi Indonesia dengan tingkat keberagaman yang begitu tinggi. “Indonesia sangat beragam mulai dari suku, bahasa, dan agama. Seringnya yang muncul di permukaan, tidak menampakkan yang sesungguhnya terjadi,” katanya di Ciputat, Senin malam (27/2/2023).
“Selama ini yang sering terjadi adalah penyelesaian konflik hanya di permukaan dan bersifat formalitas, sehingga ada potensi terjadinya konflik berulang. Kondisi inilah yang diharapkan tidak terjadi kembali di Republik Indonesia yang kita cintai,” ungkapnya.
Jadi deteksi dini adalah dengan melakukan langkah-langkah preventif. “Kalau ada gejala, jangan didiamkan. Jika ada fenomena tertentu yang terkait konflik, kita harus responsif,” imbau Guru Besar UIN Raden Fatah ini.
Lebih lanjut, Suyitno mengatakan, peserta akan dilatih untuk melakukan berbagai langkah yang bersifat preventif dan mitigatif. Langkah ini terdiri dari dua instrumen, yakni konflik yang bernuansa keagamaan dan konteks konflik kebangsaan.
“Atas saran Gus Menteri, kita harus mampu memapping dan mendeteksi dini akar masalah konflik tersebut. Terutama penyuluh yang menjadi ujung tombak di lapangan harus bisa berperan aktif untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan,” imbuhnya.
Dramaturgi Konflik
Suyitno menjelaskan mengenai konflik berdasarkan teori dramaturgi. Menurutnya, jika mengaitkan konflik dengan teori dramaturgi, maka terdapat empat aspek yang terlibat.
Pertama, panggung yang menyangkut lokasi kejadian. Kedua, pemain yakni pelaku dari konflik tersebut. Ketiga, sutradara atau yang mengatur kondisi tersebut. Terakhir, skenario.
“Jadi tidak ada suatu kejadian yang berdiri sendiri, apalagi 2023-2024 masuk tahun politik. Oleh karena itu, Kemenag hadir untuk mengantisipasi potensi konflik keagamaan dan kebangsaan di Indonesia,” ungkapnya.
Kaban mengimbau agar jangan menunggu konflik meledak baru beraksi. Ibarat kebakaran hutan, tidak perlu menunggu orang sengaja membakar.
“Sebab puntung rokok yang kecilpun bisa berpotensi menjadi penyebab kebakaran hutan yang besar. Yang kita lakukan sekarang adalah mencegah ‘puntung rokok’ tersebut dibuang sembarang untuk mengantisipasi kebakaran tersebut,” tandasnya.