‘’Dan kami telah memperoleh buku sketsa masjid Shahed dari perjalanannya. Tapi ada gagasan bahwa arsitektur Islam tradisional berhenti pada suatu waktu di akhir abad ke-18, " katanya.
Kilgallon menegaskan, buku sketsa dan masjid-masjid itu sebenarnya bukan mahakarya arsitektur. Melainkan hanya jejak-jejak sejarah yang rapuh. Bahkan, kata dia, banyak pihak yang menganggap jika masjid yang ada hanyalah ‘kue kering’.
“Tapi Shahed memandang [arsitektur ini] sebagai proses performatif, lebih murah hati dan bernuansa.” lanjut dia.
Terpisah, Christopher Turner, penjaga museum desain, arsitektur, dan digital, menuturkan, interior yang ada dan ditampilkan memang memiliki tingkat ketahanan yang tinggi.
Meski sudah mengalami kerusakan, ruang yang kembali digunakan itu dinilainya bisa menjadi lebih mapan dan mampu untuk dibangun kembali secara khusus. “Ini adalah cara mengumpulkan arsitektur ad hoc, da mendokumentasikan fase ini sebelum hilang,” kata Turner.