REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak kekuatan civil society, ormas-ormas dan pembela hak asasi manusia (HAM) mengingatkan rezim baru di Myanmar, supaya tidak lagi melakukan kejahatan kemanusiaan atau tindakan kekerasan terhadap minoritas Muslim, etnis Rohingya dan pihak yang berbeda pendapat.
Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof Sudarnoto, melihat negara-negara ASEAN tidak banyak berkomentar tentang kekerasan yang menimpa minoritas di Myanmar. Mungkin ada faktor-faktor lain yang dipertimbangkan mereka.
"Baiknya memang kekuatan civil society, para ulama misalnya atau ormas-ormas atau gerakan-gerakan pembela hak asasi manusia mengingatkan dan menjaga jangan sampai pemerintah Myanmar yang baru ini melakukan tindakan kekerasan," kata Prof Sudarnoto kepada Republika.co.id, Selasa (2/2).
Menurutnya, sebaiknya kekuatan-kekuatan civil society dari berbagai negara termasuk negara-negara ASEAN untuk memperingatkan rezim yang berkuasa di Myanmar. Organisasi Kerjasama Islam (OKI) juga perlu memperhatikan kasus kekerasan terhadap minoritas Muslim yang terjadi di Myanmar.
Dia mengatakan, saat ini masih memperhatikan apa yang terjadi di Myanmar. Tapi tetap perlu waspada dan meberi peringatan-peringatan terhadap pemerintahan Myanmar agar tidak terjadi lagi kejahatan kemanusiaan.
Baca juga : Militer Myanmar Berkuasa, Bagaimana Nasib Muslim Rohingya?
"Mudah-mudahan tidak terjadi lagi (kejahatan kemanusiaan), seandainya terjadi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh pemerintah (Myanmar) saya kira negara-negara manapun bukan saja negara Muslim harus mencegahnya," ujarnya.
Prof Sudarnoto mengatakan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pernah mencegah kejahatan kemanusiaan di Myanmar. Peran-peran organisasi dunia termasuk OKI perlu mencegah kejahatan kemanusiaan bila terjadi lagi di Myanmar.
Dia menyarankan, sekarang kelompok-kelompok civil society perlu mewaspadai dan mengingatkan Myanmar. Karena mereka tetap perlu diberi saran agar hak-hak hidup kelompok minoritas diberi penghormatan. Sambil mereka menyelesaikan urusan politiknya dengan baik. "Saya berharap dalam beberapa hari ini ada kepastian tentang nasib Muslim Rohingya," ujar Prof Sudarnoto.
Sebelumnya diberitakan bahwa militer Myanmar atau sering disebut Tatmadaw mengumumkan pengembalian pemerintahan militer dari pemerintahan Aung San Suu Kyi dan secara resmi mengakhiri transisi demokrasi di Myanmar. Militer mencopot 24 menteri dan deputi.
Melansir laman Channel News Asia pada Selasa (2/2), militer juga menunjuk 11 pengganti dalam pemerintahan barunya setelah merebut kekuasaan dalam kudeta pada Senin (1/2). Pengumuman tersebut disiarkan melalui TV milik militer Myanmar, Myawaddy TV.