REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), Dr Sarbini Abdul Murad, mengatakan kudeta yang dilakukan militer terhadap pemerintahan sipil Myanmar yang terpilih melalui pemilu demokratis merupakan keputusan ilegal, sehingga membuat Myanmar terancam mengalami kemunduran dalam berbangsa dan bernegara.
Sarbini mengatakan, MER-C sebagai organisasi kemanusiaan bersama Palang Merah Indonesia (PMI) dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) sudah berupaya merekat persatuan dan kebersamaan antara umat Buddha dan Muslim di sana melalui pembangunan rumah sakit di Myanmar.
"Keputusan membangun Rumah Sakit Indonesia tepatnya di negara bagian Rakhine (Rakhine State) adalah wujud kepedulian kami dalam merekatkan persaudaraan antarumat beragama di Myanmar," kata Sarbini melalui pesan tertulis kepada Republika.co.id, Selasa (2/2).
Dia mengatakan, langkah kudeta yang dilakukan militer menimbulkan keprihatinan akan kelangsungan Rumah Sakit Indonesia di Rakhine. MER-C meminta kepada pihak militer menghormati hasil pemilu dan menghormati supremasi sipil.
Selanjutnya MER-C mengimbau terutama kepada ASEAN untuk memastikan agar militer Myanmar tidak melakukan langkah yang berlebihan terhadap etnis Rohingnya dan warga negara lainnya. Sehingga tidak terjadi bencana kemanusiaan yang hebat. "Selanjutnya kami minta agar bantuan Indonesia seperti sekolah dan rumah sakit agar tetap sebagaimana mestinya," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa militer Myanmar atau sering disebut Tatmadaw mengumumkan pengembalian pemerintahan militer dari pemerintahan Aung San Suu Kyi dan secara resmi mengakhiri transisi demokratis di Myanmar. Militer mencopot 24 menteri dan deputi.
Melansir laman Channel News Asia pada Selasa (2/2), militer juga menunjuk 11 pengganti dalam pemerintahan barunya setelah merebut kekuasaan dalam kudeta pada Senin (1/2). Pengumuman tersebut disiarkan melalui TV milik militer Myanmar, Myawaddy TV.