REPUBLIKA.CO.ID, AMERIKA SERIKAT -- Sebagai agama terbesar kedua di dunia, populasi Muslim di seluruh dunia sekiranya berjumlah 1,8 miliar orang. Namun, terlepas dari kenyataan bahwa ada begitu banyak Muslim di dunia, masih banyak orang yang kurang pemahamannya tentang Muslim maupun Islam itu sendiri.
Selain itu, peningkatan retorika anti-Muslim dan tuduhan terorisme yang tidak menguntungkan dengan orang-orang Muslim, memperkuat munculnya stereotip. Akibatnya, Islamofobia, kebencian dan diskriminasi umat Muslim memanifestasikan dirinya dalam bias pribadi, retorika, pendidikan, politik, kejahatan rasial, dan banyak lagi.
Di antara sekian banyak rumor yang tersebar mengenai Islam dan pemeluknya yaitu:
Pertama, semua orang Muslim berasal dari Arab atau Timur Tengah. Faktanya, meski Islam berasal dari Timur Tengah, ditambah keberadaan situs suci Muslim yang juga berada disana, wilayah ini hanya dihuni sekitar 20 persen dari populasi total Muslim dunia.
Meskipun banyak orang mengira bahwa kebanyakan Muslim adalah keturunan Timur Tengah, pada kenyataannya Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Sejumlah prediksi juga bermunculan tentang pertumbuhan populasi Muslim yang akan menjadi agama terbesar pada 2050. Peningkatan ini dapat terlihat dari jumlah populasi Muslim di Amerika Serikat yang terus meningkat bahkan mencangkup beragam ras, dengan 30 persen menggambarkan diri mereka sebagai kulit putih, 23 persen sebagai kulit hitam, 21 persen sebagai orang Asia, 6 persen sebagai Hispanik dan 19 persen sebagai ras lain atau campuran.
Kedua, stigma agama kekerasan dan Muslim mengidentifikasi dengan terorisme. Kenyataannya, dalam setiap agama, terdapat spektrum sikap dan perilaku, dan ekstremisme tidak hanya terjadi pada satu sistem kepercayaan tertentu.
Menurut studi Pew Research Center 2015 yang dikumpulkan di 11 negara dengan populasi Muslim yang signifikan, orang-orang sangat banyak mengungkapkan pandangan negatif tentang ISIS. Ada juga persepsi, bahkan di antara banyak Muslim, bahwa kelompok dan pemimpin Muslim tidak cukup mencela tindakan terorisme.
Sebuah survei Pew 2011 menemukan bahwa sekitar setengah dari seluruh Muslim AS mengatakan bahwa para pemimpin agama mereka sendiri belum berbuat cukup untuk berbicara menentang terorisme dan ekstremis. Namun, penting untuk dicatat bahwa ada banyak kepala negara, politisi, pemimpin organisasi, dan individu Muslim yang secara teratur mengutuk tindakan ini.
Misalnya, setelah serangan teroris 2015 di Prancis, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, dan Mesir memicu kecaman atas serangan tersebut. Koalisi kelompok Muslim Amerika lokal dan nasional terkemuka juga mengadakan konferensi pers untuk mengutuk serangan tersebut.
Lebih lanjut, ribuan ulama Muslim di seluruh dunia mengeluarkan fatwa terhadap organisasi teroris seperti ISIS, Taliban dan al-Qaeda dan meminta agar kelompok teroris ini tidak dicap sebagai "organisasi Muslim". Muslim juga mengalami peningkatan insiden kejahatan rasial.