Rabu 27 Jun 2018 22:52 WIB

Awal Lahirnya Desa Alquran

Kampung Pondok Miri yang dulu tertinggal perekonomian kini jadi kawasan aman.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko
Alquran
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paud Al Azmi lahir di tengah masyarakat kampung yang pendidikan dan perekonomiannya tertinggal. Sejak awal dirintis, Paud tersebut memberikan pendidikan bebas biaya tapi berkualitas untuk anak-anak kampung.

Paud Al Azmi didirikan oleh pegiat sekolah rakyat, Sunaryo Adhiatmoko bersama istrinya di Kampung Pondok Miri, Desa Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Gerakan pendidikan yang mereka berikan kepada masyarakat kampung dimulai sejak tahun 2004. 

Pendidikan yang diberikan Sunaryo dan istrinya kepada anak-anak kampung bermula dari teras kontrakan, pindah ke Mushala. Sekarang Paud Al Azmi sudah memiliki fasilitas yang tidak kalah dari sekolah Paud berbayar lainnya.

Pembangunan, pembebasan lahan dan biaya operasional sekolah sebesar 75 persennya dibiayai dari penghasilan pribadi Sunaryo dan istrinya. Sebanyak 25 persennya dari dukungan teman-teman dan pihak-pihak yang tidak bisa ditolak niat baiknya. 

"Tapi secara umum sejak 2004 itu kami tidak pernah cari sumbangan, semua berjalan sesuai kemampuan dompet, kami tidak memaksakan, tapi kualitas pendidikan harus yang terbaik," kata Sunaryo kepada Republika.co.id,  Rabu (27/6). 

Selain Paud, Sunaryo juga telah mendirikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Asyafiiyah, Taman Pendidikan Alquran (TPQ) dan Asrama Tahfidz putra dan putri. Sekarang ada 205 siswa MI Asyafiiyah, 40 siswa Paud setiap tahunnya, 30 siswa belajar di Asrama Tahfidz dan 100 siswa belajar di TPQ.

Sunaryo mengatakan, Kampung Pondok Miri yang dulu tertinggal perekonomian dan pendidikannya, kini menjadi pusat pendidikan serta menjadi kawasan yang aman. Jadi ini bukan pesantren tapi lebih pada community development berbasis pendidikan dan dakwah. Sekolah-sekolah tersebut sejak awal tidak pakai papan nama dan lain-lain, semuanya natural saja.

"Baru tiga tahun yang lalu, anak-anak muda dari Afrakids datang dan kasih support agar aktivitas kami berbunyi, merekalah yang bikin nama kawasan itu sebagai Desa Quran," ujarnya.

Kini Desa Quran menjadi pusat edukasi anak-anak muda untuk belajar kemanusiaan dan keberpihakkan kepada yang lemah. Pesan utama Sunaryo kepada siswa-siswanya, manusia lahir dari ketiadaan dan akan kembali ke ketiadaan. Puncak dari ketauhidan adalah melayani kemanusiaan, berpihak pada yang lemah dan membantu yang menderita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement