REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Semangat membuat sekolah bebas biaya tidak lepas dari pengalaman hidup Sunaryo Adhiatmoko, Dia mengungkapkan, karena kemiskinan, dirinya pernah berjanji pada almarhum kedua orang tua.
Janjinya, suatu hari tidak boleh ada anak yang tidak bisa sekolah dan orang kelaparan di tempat di mana dia tinggal. "Itu inspirasi yang mendorong saya membuka pendidikan bebas biaya di Rawakalong," ujarnya.
Ia menceritakan, pada tahun 2004 sejak punya anak pertama, hijrah ke Kampung Pondok Miri. Kampung yang tertinggal perekonomiannya, pendidikannya dan dakwahnya. Kemudian bersama istri membuka kelas pengajian kecil-kecilan di teras kontrakan.
Seiring berjalannya waktu mulai membuka TPQ. Kemudian mendirikan Paud, Mushola disewa sebagai tempat kegiatan belajar mengajar anak-anak Paud. Beberapa tahun kegiatan belajar mengajar pindah-pindah. Hingga akhirnya bisa membeli tanah yang sekarang menjadi Paud Al Azmi
"Paud Al Azmi dengan fasilitas mewah dan pendidikan yang berkualitas, semua bebas biaya tapi harus tetap berkelas, tidak boleh bantu orang miskin itu ala kadarnya, harus punya standar tinggi," ujarnya.
Dia melanjutkan ceritanya, setelah Paud Al Azmi berjalan, masyarakat sekitar meminta untuk dibuatkan Sekolah Dasar (SD). Kemudian dibuatlah MI Asyafiiyah, bangunan gedung sekolah dan biaya operasional merupakan hasil usaha sendiri.
Nama Asyafiiyah dipakai agar legalitasnya lebih mudah karena kebetulan ada lahan wakaf Asyafiiyah yang bisa dipakai. Tapi semua pembiayaan merupakan hasil usaha sendiri, tidak melibatkan pihak Asyafiiyah.
Saat ini MI Asyafiiyah sudah meluluskan angkatan ketiga dengan prestasi yang membanggakan di tingkat kabupaten. Siswa di MI ada yang bebas biaya, ada juga yang membayar iuran sebesar Rp 25 ribu per bulan.
”Sekolah yang kami setting dengan keterbatasan kini jadi sekolah berkualitas," ungkapnya.
Ia menegaskan, sekolah yang dirintisnya tidak terlihat seperti sekolah bebas biaya. Dilihat dari fasilitas sekolah dan kualitas pelajaran yang diberikan kepada siswa tidak nampak itu sekolah bebas biaya.
Dikatakan Sunaryo, dari dulu sudah berkomitmen untuk mengurus orang-orang miskin. Sebab yang tersisa dari orang-orang miskin hanya tinggal harga dirinya saja. Makanya tidak ada embel-embel sekolah gratis dan sekolah dhuafa.
Setelah membangun sekolah Paud dan MI, selanjutnya membangun Asrama Tahfidz putra dan putri. Selain membuat gerakan pendidikan, Sunaryo dan istrinya juga mengembangkan pemberdayaan wali-wali murid. Supaya ada peningkatan ekonomi dari program pemberdayaan yang dilakukannya. Kini tempat tinggal Sunaryo dan istrinya diberi nama Desa Quran.