Jumat 02 Mar 2018 02:57 WIB

Kemenag: Prosedur Izin untuk Lindungi Jati Diri Pesantren

Prosedur masih dalam tahap wacana dan kajian secara komprehensif.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Sejumlah santri di sebuah pondok pesantren (ilustrasi)
Foto: Antara/Arief Priyono
Sejumlah santri di sebuah pondok pesantren (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin mengatakan rencana pembenahan prosedur izin operasional pendirian pondok pesantren semata-mata bertujuan melindungi dan menjaga nilai, prinsip dasar serta jati diri dan karakteristik pondok pesantren.

Prosedur izin pesantren itu didasarkan atas Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5.877 Tahun 2014 tentang Pedoman Izin Operasional Pondok Pesantren. Ia mengatakan, seringkali masyarakat dibuat resah atas sejumlah institusi yang mengatasnamakan pesantren yang melakukan aktivitas yang justru bertentangan dengan nilai-nilai dan jati diri pesantren.

Selain itu, juga ada beberapa pesantren yang berbeda dari ortodoksi sunni yang selama ini berkembang baik di Indonesia. Kenyataaan lainnya, menurutnya, Kemenag merupakan pihak yang dianggap bertanggung jawab atas berdiri dan beroperasinya sebuah lembaga pondok pesantren (Ponpes) di Indonesia. Kamaruddin mengatakan, pihak-pihak terkait terutama akan melibatkan Majelis Masyayikh sebagai Dewan Penjamin Kualitas dan Standarisasi Pendidikan Keagamaan Islam untuk memberikan norma-norma dasar dalam penyusunan regulasi yang baru tersebut.

"Semua masih dalam tahap wacana dan kajian secara komprehensif. Tentu kami terbuka untuk mendapatkan masukan konstruktif dari berbagai pihak agar kebijakan ini semakin memperkuat eksistensi kelembagaan pondok pesantren," kata Kamaruddin, dalam keterangan rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (1/3).

Kamarudin juga menegaskan izin pendirian Ponpes yang sedang banyak diperbincangkan oleh masyarakat sejatinya masih dalam tahap diskusi dan tahap sosialisasi gagasan serta masukan. Sebagai langkah antisipasi, izin satu pintu yang merupakan langkah pencegahan dan kehati-hatian agar dipastikan proses belajar mengajar dan orientasi pendirian pesantren sesuai dengan visi Islam wasatiyyah.

Oleh karena itu, Kemenag berpandangan perlunya satu pintu izin operasional pendirian pesantren, sebagaimana juga pendirian perguruan tinggi swasta yang selama ini Kemenag lakukan. "Sebenarnya, dimana pun izin itu berada, semangatnya tetap sama, yakni memastikan terpenuhinya arkanul ma'had (rukun-rukun pesantren) dan ruuhul ma'had (jiwa pesantren)," lanjutnya.

Selain itu, Kamaruddin menjelaskan standardisasi pesantren dimaksudkan untuk memberi afirmasi mutu kepada pesantren. Menurutnya, mutu yang dimaksud adalah hasil rumusan bersama para masyayikh (majlis masyayikh) pondok pesantren. Ia mengatakan, sosialisasi gagasan atas rencana ini kepada ponpes tidak mendapat resistensi.

"Standar yang akan kita tetapkan adalah standar minimum. Kami tegaskan standar minimum. Hal ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghalangi pesantren melakukan improvisasi sesuai dengan distingsi dan academic interest serta kearifan lokal pada masing-masing pesantren," kata Doktor lulusan Unversitas Bonn Jerman tersebut.

Kamaruddin memastikan semangat pembenahan prosedur ponpes itu juga tidak dalam rangka mereduksi prinsip pelayanan satu pintu. Karena proses pengajuan, verifikasi dan validasinya tetap melalui Kabupaten/Kota.

Sementara itu, menurutnya, keberadaan Kementerian Pusat sebatas untuk menjaga dan memastikan bahwa validasi dan verifikasi sesuai dengan aturan yang ada. Di samping, menjamin bahwa nilai, prinsip dasar serta jatidiri dan karakteristik pondok pesantren itu sendiri tetap terlindungi dan terjaga dengan baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement