REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pondok Pesantren Bahrul Ulum Jombang atau dikenal juga denga Pondok Pesantren Tambakberas telah melakukan langkah-langkah untuk mencegah perundungan dan kekerasan fisik yang terjadi di pesantren.
Pengasuh Pesantren Tambakberas, KH M Hasib Wahab Hasbullah tak menampik bahwa kasus kekerasan fisik di pesantren Jawa Timur seperti gunung es. Namun, menurut dia, Ponpes Tambakberas telah lama melakukan antisipasi.
"Kalau Pesantren Tambakberas secara umum sudah diantisipasi dan sudah sejak lama bekerja," ujar Kiai Hasib saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (5/3/2024).
Misalnya, dia menceritakan, dulu ada beberapa santri Tambakberas yang mengikuti perguruan pencak silat di luar pesantren, sehingga terlibat dalam kekerasan. Namun, menurut dia, saat ini pesantren telah melarang untuk mengikuti pencak silat di luar pesantren.
"Pernah terjadi itu, cuma sekadar itu aja, terus ketahuan pengurus pondok, akhirnya ditakzir (dihukum), bahkan sekarang ini malah santri itu dilarang," ucap putra KH Wahab Hasbullah ini.
"Santri itu dilarang ikut bela diri atau silat yang bukan naungan dari Nahldatul Ulama," ucap Kiai Hasib.
Jika ada santri yang ingin belajar pencak silat, menurut dia, bisa mengikuti pelatihan yang diadakan secara resmi oleh pengurus pesantren. "Itu pengalaman di Tambakberas pernah terjadi, tapi itu sudah diantisipasi," kata dia.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa munculnya kekerasan di pesantren disebabkan banyak faktor. Di antaranya, kata dia, pesantrennya mungkin kurang kuat dalam memberikan pendidikan akhlak kepada para santrinya.
"Itu kan kuncinya ajaran, pelajaran-pelajaran yang disampaikan saya pikir perlu memperkuat akhlakul karimah santri," jelas Kiai Hasib.
"Saya pikir mungkin pesantren yang kejadian itu karena pelajaran yang disampaikan tentang etika atau akhlak kurang mantap, sehingga terpengaruh oleh ilmu-ilmu yang sifatnya kekerasan," kata Kiai Hasib.
Untuk mencegah kasus kekerasan di pesantren, Kiai Hasib juga telah meningkatkan pengawasan. Di Pesantren Tamberas sudah dibentuk tim keamanan yang bernama Satuan Inspeksi Tanggap Pengamanan (SIGAP).
"SIGAP itu semacam tim keamanan di pesantren. Nah itu yang diantaranya jam-jam belajar dibatasi sampai jam 10 malam itu semua santri yang jumlah 13 ribu itu tidak boleh keluar dari komplek pondok," jelas Kiai Hasib.
Dia menambahkan, kegiatan para santri Tambakberas juga sangat padat, seperti diwajibkan sholat berjamaah, mengikuti pengajian, dan sekolah madrasah.
Baca juga: Bawah Masjid Al Aqsa Penuh Terowongan, Mitos Kuil Sulaiman dan Sapi Merah yang tak Muncul
"Jadi harus ketat memang untuk peraruran anak-anak santri. Terus wajib berjamaah, wajib mengikuti pengajian, pagi sekolah madrasah, pulang sholat jamaah, terus ngaji lagi. Selalu ada kegiatan, sehingga anak tidak akan ikut belajar-belajar ilmu pencak sikat dan sebagainya," kata Kiai Hasib.
Jika pun ada santri yang bandel, menurut dia, maka pihaknya tidak boleh melakukan kekerasan terhadap santri. Santri yang bandel yang tidak mengikuti peraturan tersebut cukup dikeluarkan dari pesantren.
"Gurunya tahu bahwa misalnya gak ngaji tiga kali ya udah suruh pindah. Jadi yang penting preventif," jelas Kiai Hasib.