Rabu 25 Oct 2017 17:15 WIB

Menjaga Konsistensi

Kertas Kehidupan/ilustrasi
Foto: wordpress.com
Kertas Kehidupan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Konsisten. Nilai itu semakin tergerus dalam pergumulan manusia modern hari ini. Konsisten  mempertahankan prinsip menjadi barang langka. Mungkin, mudah dicari di museum-museum berbalut kisah-kisah pejuang masa lalu.

Mungkin kita bisa belajar konsisten dari seorang Ibnu Sirin, satu bintang dari generasi tabiin. Ia,  suatu kali dipanggil Umar bin Hubairah, penguasa Irak dari Dinasti Umayyah. Umar adalah sosok pemimpin yang kurang cakap. Beberapa urusan kaum Muslimin ia abaikan.

Datanglah Ibnu Sirin dan keponakannya menghadap sang penguasa. "Bagaimana menurut pendapatmu mengenai kondisi penduduk negeri ini wahai Abu Bakar?" tanya sang penguasa kepada Ibnu Sirin dengan nama kuniyah Abu  Bakar.

"Yang aku lihat," kata Ibnu Sirin, "aku berada di tengah-tengah kezaliman sedang merajalela dan engkau lalai terhadap mereka." 

Mendengar kritikan langsung yang dialamatkan kepada sang penguasa, sang keponakan merasa khawatir. Ia khawatir sang penguasa akan marah dan menghukum Ibnu Sirin. Melihat kegusaran keponakannya, Ibnu Sirin dengan mantap berkata, "Sungguh bukan engkau yang akan ditanya dan dimintai pertanggungjawabannya kelak, namun akulah yang akan ditanya. Itulah kesaksianku."

Keberanian dan konsistensi. Ibnu Sirin mengajarkan kepada kita dua hal yang amat diperlukan bangsa hari ini. Orang-orang amat berani mencuit kritikannya terhadap sesuatu. Namun, berbalut akun-akun palsu tak bernama. Orang-orang berani memukul dan menginjak sesama hanya karena berbeda pendapat. Keberanian yang salah alamat. 

Atau, mereka yang tak gentar menyuarakan apa yang mereka yakini. Lantang, lengkap dengan mikrofon yang memekakkan telinga. Bicaranya berapi-api dalam berbagai mimbar. Namun, saat dihadapkan kepada yang dikritiknya, hilang tak berbekas luapannya. Konsistensi menjadi barang yang amat mahal.

Ada juga beberapa orang yang mendukung sang penguasa tanpa syarat. Siap melindungi dan membela sang tuan hingga berbusa-busa. Lalu, ada kesempatan merapat ke penguasa lain yang berseberangan. Melenggang saja kaum ini tanpa pertimbangan yang berat-berat amat. Bagi mereka, dukungan itu soal berdiri di banyak kaki. Konsistensi bagi mereka menjadi barang yang amat mahal.

Disarikan dari Dialog Jumat Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement