Di sini zakat sudah harus memasuki gelombang ketiga, dimana LAZ mengambil peran sebagai mitra pemerintah dalam memandirikan umat melalui advokasi kebijakan untuk menciptakan keadilan sosial. Dalam pengertian yang lebih luas LAZ ikut serta mewarnai kebijakan pemerintah yang lebih pro-poor, mengawasi peran pemerintah dalam pembuatan dan implementasi kebijakan, serta membela hak-hak masyarakat yang bersinggungan dengan kebijakan negara.
Sistem pengelolaan dan pendistribusian zakat bisa dijadikan alat pendukung kebijakan fiskal untuk mengurangi jumlah angka kemiskinan dan menekan kesenjangan sosial. Meski demikian, hal itu tercapai apabila pengelola zakat baik di pusat dan di daerah profesional, serta didukung sumber daya manusia yang mampu menjalankan tata kelola dengan baik.
Sebagai tambahan, persentase perolehan dana zakat terhadap GDP di Indonesia baru mencapai 0,89 persen. Angka ini lebih rendah dengan Malaysia yang mencapai 1,09 persen, Iran 1,79 persen, dan Mesir 1,9 persen.
Di tahun 2016 seiring dengan naiknya penghimpunan secara umum di lembaga amil zakat, dan bertambahnya regulasi tentang zakat yang makin rinci, gerakan zakat harus menemukan momentumnya. Karna itu seluruh stakeholders perlu mempersiapkan diri lebih baik, tujuan utamanya adalah kontribusi untuk umat. Tak ada cara lain untuk memaksimalkan potensi itu, selain melakukan 'sinergi'..