Senin 18 Jan 2016 23:00 WIB

Ketika Menjelang Ajal, Muadzah Menangis

Rep: Sri Handayani/ Red: Agung Sasongko
Shalat Tahajud Berjamaah (ilustrasi)
Foto: Antara
Shalat Tahajud Berjamaah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika suami dan anaknya  Muadzah binti Abdullah al-Adawiah al-Bashariah Ummu ash-Shahba gugur dalam medan peperangan, para perempuan berkumpul di rumah Muadzah. Dia bukan melihat kepergian permata hatinya sebagai kabar duka, melainkan buah perjuangan yang dijanjikan surga.

Ia berkata, "Selamat datang jika kalian ingin mengucapkan selamat, tetapi jika kalian ingin (mengucapkan) selain itu, pulanglah." Muadzah juga berkata, "Demi Allah, aku hanya ingin hidup untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berbagai wasilah. Semoga saja aku bisa berkumpul dengan suami dan anakku di surga."

Ketika menjelang ajal, Muadzah tampak menangis, lalu ia tertawa. Dia pun ditanya mengenai hal tersebut. "Apa yang membuat engkau menangis lalu tertawa?" (Baca:  Muadzah binti Abdullah al-Adawiah Hidupkan Malam untuk Beribadah)

Dia menjawab, "Aku menangis sebab aku mengingat akan meninggalkan puasa, shalat, dan zikir. Adapun aku tertawa sebab aku melihat Abu ash-Shahba (suaminya) menyambut di depan rumah dengan membawa nampan berisi dua sutra hijau dan aku tidak akan memiliki kewajiban apa pun setelah wafat nanti."

Itulah firasat seorang ahli ibadah seperti Muadzah. Dia wafat sebelum masuk waktu shalat. Selama hidupnya, Muadzah meriwayatkan hadis dari Ali bin Abi Thalib, Aisyah, dan Hisyam bin Amir.

Adapun orang yang meriwayatkan darinya adalah Abu Qulabah al-Jarami, Yazid ar-Risyk, Ashim al-Ahwal, Umar bin Dzar, Ishaq bin Sarid, Ayub as-Sakhtiani, dan lainnya. Hadis yang diriwayatkannya shahih. Yahya bin Amin menyatakan, Muadzah adalah orang terpercaya. Ia wafat tahun 83 Hijriyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement