REPUBLIKA.CO.ID, Semakin majunya ilmu kedokteran, kini gigi yang kurang menarik bisa dipasangkan crown. Crown yakni suatu teknik memberikan ‘sarung’ pada gigi yang bermasalah. Tujuannya, untuk membuat gigi menjadi lebih kuat serta punya nilai estetika. Tekniknya dengan mengikir terlebih dahulu, kemudian disarungkan restorasi gigi (crown). Bagaimana tinjauan syariatnya?
Soal mengikir gigi, secara sarih (jelas) ada hadis Nabi SAW yang mengecamnya. Sabda Beliau SAW, "Allah melaknat wanita-wanita yang mengikir (gigi) agar lebih cantik dan wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah." (HR Bukhari Muslim). Tentu saja, yang dimaksudkan bukan hanya wanita saja. Dan, tentu saja bukan hanya tindakan mengikir gigi saja yang diharamkan, melainkan seluruh tindakan yang bertujuan mengubah ciptaan Allah SWT.
Namun, dalam memandang permasalahan ini, para ulama lebih mengedepankan maqasid syari'ah (tujuan yang melatarbelakangi perbuatan tersebut). Berdasarkan kaidah fikih, "Al-umuru bimaqashidiha" (suatu perbuatan dinilai dari tujuan melakukannya).
Dalam hadis sahih soal larangan mengikir gigi tersebut, jelas tujuannya untuk mengubah ciptaan Allah SWT. Mukalaf (pelaku) diistilahkan dengan wanita sebagai isyarat bahwa tindakan tersebut bertujuan untuk kecantikan. Jadi rumusnya, perbuatan yang mengubah organ tubuh dengan alasan kecantikan adalah haram.
Dalil larangan mengubah organ tubuh ini ditegaskan dalam Alquran. Firman Allah SWT, "dan aku (Iblis) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (QS an-Nisaa [4]: 119).
Adapun jika ada tujuan-tujuan lain yang disebabkan uzur syar'i, seperti pengobatan atau menutupi aib/ cacat, maka hal ini diperbolehkan. Hal ini berdalil dari hadis yang diriwayatkan Abdurrahman bin Tharafah. Ia mengisahkan kakeknya, ‘Arfajah bin As’ad, mengalami luka ketika mengikuti peperangan. Hidung si kakek terpotong. Untuk menutupi cacatnya tersebut, ia menutupnya dengan perak, namun hidungnya kian membusuk. Nabi SAW memerintahkan untuk menutup hidungnya dengan emas (HR Abu Daud).