Ahad 22 Nov 2015 19:19 WIB

Maryam Blackeagle, Keturunan Suku Asli Amerika Bersyahadat

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Mualaf tengah berdoa (ilustrasi)
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Krisis itu kemudian membawa Maryam pada perenungan spiritual. Dia mulai pergi ke Gereja Hippie pada usia dua puluhan. Maryam merasa cukup bahagia bersama mereka, tapi lukanya tetap tak tersembuhkan.

Perempuan itu memiliki masalah serius dengan kecanduan obat terlarang. Entah bagaimana pergaulan hidupnya, pada usia muda Maryam telah menjadi seorang ibu tunggal dengan anak yang sakit parah. Ia masih sebagai mahasiswa keperawatan berusia 24 tahun kala itu.

"Saya berusaha keras untuk membuat hidup kami lebih baik, tapi saya sendiri tersesat dalam kegetiran hidup dan penyalahgunaan obat." Selangkah dia maju, dua langkah dia mundur.

Kawan Muslim Southern California adalah sebuah kota multikultur. Maryam hidup bersama orang-orang dari berbagai negara. Beberapa temannya berasal dari negara Muslim yang berbeda. Mereka sering pergi jalan- jalan atau pesta bersama-sama. Kawan- kawan Muslimnya sangat menyenangkan, kecuali saat membicarakan soal agama. Pasalnya, kata Maryam, mereka selalu berbicara dengan nada bangga seolah lebih baik dari yang lain.

"Saya pikir, beraninya mereka berpikir begitu," ucap perempuan itu.

Dari situlah, perkenalan Maryam dengan Islam bermula. Maryam mulai memutuskan untuk meneliti Islam. Dia ingin membuktikan kebanggaan itu tak lebih dari sampah. "Saya benar-benar tidak ada keinginan untuk mengubah iman saya. Saya merasa akan sangat mudah untuk membuktikan kepalsuan Islam."

Maryam telah melihat berita. Dia tahu betapa mengerikan perang dan revolusi di negara-negara Muslim. Maryam yakin, itu akan menjadi tugas yang cepat dan mudah. Waktu itu pada era 80-an, tidak banyak sumber yang bisa mengenalkan Maryam pada Islam. Ia mendapat sekarung penuh buku dari seseorang yang tampaknya paling dituakan dalam kelompok Muslim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement