Sabtu 21 Nov 2015 22:29 WIB

Jihad Kerja Keras Ala Persis

Rep: c 35/ Red: Indah Wulandari
Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Maman Abdurrahman (kanan) berbincang bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (kiri) sesaat sebelum pembukaan Muktamar Persis yang Ke-XV di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Sabtu (21/11).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Maman Abdurrahman (kanan) berbincang bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (kiri) sesaat sebelum pembukaan Muktamar Persis yang Ke-XV di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Sabtu (21/11).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis) KH Maman Abdurahman memaparkan program jihad Persis selama lima tahun kepemimpinannya dalam pembukaan Muktamar XV Persis dan Muktamar XII Muktamar Persistri.

"Program kerja di Persis dinamakan program jihad, karena semuanya harus dilakukan dengan kerja keras. Semoga jihad Persis dapat bermanfaat, tidak hanya untuk jamaah Persis tapi seluruh warga NKRI," tuturnya dalam sambutannya di gedung SG2 Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (21/11).

Berbagai program jihad yang telah dilakukan Persis selama lima tahun ini, di antaranya program jihad di bidang tarbiyah. Hal ini dinilainya sangat penting karena jihad dalam memerangi kebodohan adalah kewajiban bagi Persis.

Selain itu, jihad dalam bidang dakwah. Para dai Persis, imbuh Maman, melakukan dakwah ke seluruh pelosok negeri. Beberapa dai, kata dia, sudah diterjunkan ke daerah-daerah terpencil di Indonesia. Dia berharap semoga ke depan semakin banyak dai yang diterjunkan untuk memelihara keutuhan NKRI.

Tidak hanya itu, program jihad juga termasuk dalam bidang iqtishadiyah (ekonomi). Hal ini karena ekonomi Indonesia belum stabil, sehingga Persis ingin membangun ekonomi bangsa. Dia optimis dengan berjuang, ormas-ormas Islam lain dapat membangun ekonomi ke depannya.

Persis juga merambah pada program jihad hatariyah (peradaban). Yaitu mengembangkan peradaban Islam di Indonesia, agar akhlak-akhlak Islam dan ajaran-ajaran Islam menjadi landasan bagi Indonesia.

Di sisi lain, demokrasi di Indonesia menurutnya adalah teodemokrasi. Hal ini seperti yang digaungkan M Natsir, salah satu tokoh Persis.

"Islamofobia tidak boleh ada di Indonesia karena dulu negara ini dibangun oleh para ulama islam," katanya menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement