REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mahmud Yunus
Diceritakan, usai shalat Subuh, Rasulullah SAW memberikan nasihat kepada sahabat-sahabatnya yang turut shalat berjamaah bersama beliau pada hari itu. Nasihat beliau garis besarnya begini, “Jadikanlah harta kalian masing-masing laksana bekal (perjalanan) bagi seorang pengembara.”
Salah seorang sahabat yang turut mendengar langsung nasihat Rasulullah SAW tersebut termenung. Bagi dia, nasihat Rasulullah SAW yang sepintas lalu sederhana itu sangat sarat makna. Tidak lama kemudian, dia pun bertekad untuk melaksanakan nasihat beliau tersebut selama hidupnya dengan sebaik-baiknya.
Padahal, sahabat ini dapat dikatakan tidak memiliki barang berharga. Dalam sebuah riwayat dikatakan, dia hanya memiliki barang berharga berupa sebuah piring untuk tempat makanan dan sebuah bejana untuk tempat air minum dan air wudhu.
Sahabat ini sudah terbiasa menerapkan pola hidup sederhana. Dia tidak ingin menjadi orang yang menghambur-hamburkan harta yang dititipkan Allah SWT kepadanya. Ketika dia akan membangun rumah, dia berkata kepada para pekerjanya, “Buatkan rumah yang minimalis. Jangan terlalu mewah.”
Berprofesi sebagai pembuat keranjang atau bakul dari anyaman daun kurma yang kemudian dijualnya, sahabat ini hanya mendapatkan penghasilan tiga dirham per hari. Tetapi, bagi dia, penghasilan sebanyak itu sudah cukup memadai.
Penghasilannya itu dipergunakan untuk tiga keperluan sekaligus. Pertama, satu dirham dia sisihkan untuk modal usaha keesokan harinya. Kedua, satu dirham dia sisihkan untuk nafkah dirinya dan keluarganya hari itu. Ketiga, satu dirham dia sisihkan untuk sedekah.
Suatu ketika, sahabat ini ditakdirkan menjadi pejabat tinggi. Dia dikukuhkan menjadi amir di Madinah. Luar biasa, jabatannya itu sama sekali tidak membuatnya hidup dalam kemewahan.
Dia tetap sederhana seperti sebelumnya. Bahkan, luar biasanya lagi, dia menolak menerima gaji dari jabatannya itu. Sungguh, dia bukan tipe orang yang haus akan jabatan.
Pejabat tinggi Madinah ini dapat dibilang gemar blusukan tidak terkecuali ke pasar. Ke mana-mana dia merasa tidak perlu ada pengawalan khusus.
Sudah menjadi kesehariannya, amir ini tidak ada bedanya dengan rakyatnya. Pakaiannya sederhana. Tindak-tanduknya sederhana. Bicaranya juga sederhana.
Ketika amir ini sedang blusukan di pasar, sekonyong-konyong dia dipanggil oleh orang asing (dari Syam) yang terengah-engah memanggul sekeranjang besar buah tin dan kurma.
“Saudaraku, tolong bawakan keranjang ini hingga sampai di tempat. Demi Allah, nanti akan saya kasih imbalan sepantasnya”, pinta orang asing itu. Siapa amir Madinah yang sangat inspiratif itu? Dia bernama Salman al-Farisi.
Baru-baru ini, kita mendengar kabar duka dari keluarga Kerajaan Arab Saudi terkait wafatnya Raja Abdullah sekaligus al-Khadim al-Haramain. Ucapan belasungkawa berdatangan dari sejumlah kepala negara/pemerintahan. Bahkan, beberapa di antaranya datang langsung ke Arab Saudi, termasuk Presiden Obama.
Menariknya, upacara penyambutan Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang ditayangkan live oleh televisi itu sempat heboh akibat Raja Salman meminta izin untuk menunaikan shalat lebih dahulu karena saat itu berbarengan dengan kumandang azan Ashar. Dua Salman ini kiranya dapat kita teladani dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin.