Selasa 27 May 2014 18:44 WIB

Belajar dari Suasana Batin: Waspadai Kondisi Normal (2)

Berbagai kesulitan lebih sering mendorong seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (ilustrasi)..
Foto: Republika/Chairul Akhmad
Berbagai kesulitan lebih sering mendorong seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (ilustrasi)..

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Memang, dalam Islam dikenal ada dua sayap efektif yang bisa menerbangkan seseorang menuju Tuhan, yaitu sayap sabar dan syukur.

Sayap sabar terbentuk dari ketabahan seseorang menerima cobaan berat dari Tuhan, seperti musibah, penyakit kronis, penderitaan panjang, dan kekecewaan hidup.

Jika sabar menjalani cobaan itu maka dengan sendirinya terbentuk sayap-sayap yang akan mengangkat martabat dirinya di mata Tuhan. Sayap kedua ialah syukur.

Sayap syukur terbentuk dari kemampuan seseorang untuk secara telaten mensyukuri berbagai karunia dan nikmat Tuhan, seperti saat mendapat rezki melimpah, jabatan penting, dan kesehatan prima.

  

Sayap sabar dan syukur sama-sama bisa mengorbitkan seseorang mendekati Tuhan. Tetapi, pada umumnya hentakan sayap sabar lebih kencang ketimbang sayap syukur. Sayap sabar seolah-olah memiliki energi ekstra yang bisa melejitkan seseorang.

Energi ekstra itu tidak lain adalah rasa butuh yang teramat terhadap Tuhan (raja’), penyerahan diri secara total kepada Tuhan (tawakal), dan olah batin yang amat dalam (mujahadah).

Ketiga energi ekstra ini biasanya sulit terwujud di dalam diri orang yang berkecukupan. Bagaimana mungkin seseorang merasa butuh terhadap Tuhan sementara semua kebutuhan hidup serbaberkecukupan.

Bagaimana mungkin seseorang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, sementara ia terperangkap di dalam dunia popularitas. Bagaimana mungkin melakukan olah batin, sementara nuraninya diselimuti kilauan dunia. Bagaimana mungkin khusyuk beribadah, sementara perutnya kekenyangan.

  

Orang yang hidupnya selalu berkecukupan dan nyaman dengan kehidupan seperti itu sah-sah saja. Akan tetapi, jika ia lupa bahwa kehidupan ini adalah sementara lantas lalai mempersiapkan bekal kehidupan akhirat maka pertanda hidup itu tidak berkah baginya.

Mungkin saja orang itu sesungguhnya hidup di dalam kebahagiaan semu, selalu dibayangi suasana batin yang hambar, kering, dan membosankan.

  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement