REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Pemerintah harus memikirkan bagaimana mengembalikan dana dam tamattu yang besarnya 475 rial Saudi kepada haji ifrad.
JAKARTA -- Penetapan komponen pembayaran dam tamattu ke dalam biaya ibadah penyelenggaraan haji (BPIH) 2014 diapresiasi para penyelenggara haji.
Hanya saja, menurut para penyelenggara haji, harus ada pendataan jamaah yang membedakan haji tamattu dengan haji ifrad untuk menjaga transparansi pembayaran dam.
Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kurdi Mustofa mengharap, teknis pembayaran harus transparan. Dia meminta pemerintah harus mengembalikan dam kepada jamaah yang tidak melakukan haji tamattu.
"Bagaimana dengan jamaah yang melakukan haji ifrad?" tanya Kurdi kepada Republika, Kamis (6/3). Jamaah melaksanakan haji ifrad ketika memisahkan haji dengan umrah.
Jamaah haji jenis ini melaksanakan umrah usai berhaji. Tak seperti haji tamattu yang umrah kemudian berhaji lalu diwajibkan membayar dam, haji ifrad tak dikenakan denda.
Tak hanya itu, Kurdi mengungkapkan, Kementerian Agama harus menyerahkan bukti penyerahan dam dari bank langsung kepada jamaah. Menurutnya, hal tersebut untuk mencegah jamaah kembali membayar dam di Tanah Suci.
Sementara itu, Ketua Rabithan Haji Indonesia Ade Mafrudin mengungkapkan apresiasinya atas nilai dam tamattu yang lebih murah ketimbang tahun lalu. Penurunan ini karena adanya optimalisasi dana ibadah haji dari Islamic Development Bank (IDB).
Hanya saja, Ade memberi catatan untuk kebijakan tersebut. Menurutnya, pemerintah harus memikirkan bagaimana mengembalikan dana dam tamattu yang besarnya 475 rial Saudi bagi jamaah haji ifrad atau haji kiran.
Tak hanya itu, pemerintah juga harus mendata jamaah yang kewajiban damnya gugur karena miqat haji lebih jauh lokasinya dari pelaksanaan ibadah haji.
''Untuk itu, perlu ada pendataan, berapa banyak yang tamattu dan tidak tamattu. Jika tidak tamattu, dana dam harus dikembalikan kepada jamaah haji,'' tutur Ade.
Tak hanya transparansi alur dana dam, tranparansi dana dam di IDB juga perlu dilakukan. Menurutnya, IDB perlu menjelaskan apakah distribusi dam untuk pembelian hewan melibatkan pengusaha Indonesia. "Apakah hewan dibeli dan disembelih saat musim haji atau setelahnya? Itu harus terbuka,'' kata dia.
Menurutnya, saat ibadah haji biaya hewan untuk disembelih lebih mahal dibanding di luar musim haji. Oleh karena itu, harus dicek apakah IDB membuka tender untuk pembelian hewan tersebut atau tidak.
Ade pun mengkritisi penetapan BPIH yang dipukul rata untuk semua jamaah. Padahal, dana optimasi yang diterima jamaah haji akan berbeda sesuai lama setoran yang masuk. ''Yang lebih lama berarti dapat dana optimalisasi lebih besar. Jadi, tidak dipukul rata,'' kata Ade.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amalia menegaskan, sebelum keputusan masuknya dam tamattu dalam BPIH 2014 dibuat bersama Kementerian Agama, informasi tersebut sudah disampaikan ke kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH).
Harapannya, kata Ledia Hanifa, KBIH-KBIH tersebut menyampaikan kembali ke kantor urusan agama (KUA) masing-masing wilayah juga calon jamaah haji.
Namun, diakui Ledia, tidak semua KBIH amanah, sehingga informasi bisa tidak sampai. ''Dam ini kan bagian yang tidak boleh luput dalam ibadah haji.
Jadi, dikumpulkan saja bersama, sehingga nanti jamaah haji tidak perlu membayar lagi di Tanah Suci,'' tutur Ledia. Selain sosialisasi melalui Kemenag, Ledia menjelaskan, DPR kemungkinan akan menyosialisasikan kebijakan ini ke KUA daerah-daerah.
Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR RI sebelumnya telah menyepakati komponen dam haji tamattu sebesar 475 rial Saudi per jamaah. Jumlah ini lebih murah dibandingkan harga pasaran normal kambing di Arab Saudi yang berada pada kisaran 490-500 rial Saudi.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Anggito Abimanyu menjelaskan, dam haji tamattu bisa lebih murah karena jamaah haji Indonesia akan mendapatkan optimalisasi dari pembayaran ke IDB yang dilakukan secara kolektif.