Selasa 27 Nov 2012 14:36 WIB

Hukum Pernikahan Penderita HIV/AIDS (2-habis)

Rep: Heri Ruslan/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Lalu bagaimana dengan penikahan antarsesama penderita HIV/AIDS?

Komisi Fatwa MUI menyatakan, pernikahan antara perempuan dan laki-laki penderita HIV/AIDS hukumnya boleh.

Komisi Fatwa MUI dalam fatwanya menyatakan, penyakit HIV/AIDS dapat dijadikan alasan untuk menuntut perceraian apabila salah satu dari suami-istri menderita penyakit tersebut.

Lalu bagaimana jika pasangan itu tetap bertekad untuk melanjutkan pernikahannya? MUI menyatakan, jika pasasangan suami-istri atau salah satunya menderita HIV/AIDS, maka keduanya boleh bersepakat untuk meneruskan perkawinan mereka.

Dalilnya adalah hadis Nabi SAW, “Orang-orang Islam terikat dengan perjanjian mereka, kecuali perjanjian yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.”

“Suami atau istri yang menderita HIV/AIDS dalam melakukan hubungan seksual wajib menggunakan alat, obat atau metode yang dapat mencegah penularan HIV/AIDS,” papar Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ma’ruf Amin dalam fatwa tersebut.

Selain itu, menurut fatwa tersebut, suami atau istri yang menderita HIV/AIDS diminta untuk tidak memperoleh keturunan.

Lalu bagaimana jika seorang ibu penderita HIV/AIDS tersebut hamil?  Fatwa MUI menyatakan, wanita hamil tersebut tak boleh menggugurkan kandungannya. Hal itu didasarkan pada firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.” (QS Al-Israa: 31).

Bahtsul Masail Diniyah Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwanya terkait pernikahan penderita HIV/AIDS dalam forum Munas NU yang digelar di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat pada 1997. Dalam fatwanya ulama NU menyatakan, “Pernikahan pengidap HIV/AIDS dengan sesama pengidap, maupun bukan, hukumnya sah namun makruh.”

Hal itu didasarkan pada Asnal Mathalib juz III, halaman 176. “Dan sah namun makruh pernikahan keduanya (pengidap HIV/AIDS)…”  

Dalam hukum Islam, makruh adalah suatu perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan akan tetapi jika dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan akan mendapat pahala dari Allah SWT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement