REPUBLIKA.CO.ID, Lalu bagaimana konsep Islam dalam menangani ekses pencemaran lingkungan?
Menurut para ulama NU, ada dua solusi untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Pertama, apabila ada kerusakan, maka wajib diganti oleh pencemar. Kedua, memberikan hukuman yang menjerakan (terhadap pencemar) yang pelaksanaannya dengan amar makruf nahi mungkar sesuai dengan tingkatannya.
Ajaran Islam, menurut para ulama NU, melarang umatnya membuat kerusakan di muka bumi. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah al-A’raf ayat 56, “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik…”
Rasulullah SAW juga mengingatkan umatnya agar tak melakukan pencemaran dan kerusakan di muka bumi.
Nabi SAW bersabda, “Terlaknat orang yang melakukan kerusakan terhadap sesama Muslim ataupun lainnya.” Sikap Rasulullah yang melaknat pelaku kerusakan lingkungan merupakan bukti bahwa Islam cinta kelestarian alam.
Para ulama NU pun menjelaskan adab bagi umat Muslim agar tak mengganggu tetangganya karena pencemaran. “Apabila pemilik rumah membangun dapur api di rumahnya dan asapnya mengganggu tetangganya, maka hal itu tidak boleh,” kata fatwa itu mengutip kitab “Al-Ahkam al-Sulthaniyah” Abi Ya’la, hal 301.
Bahkan, saat membakar jerami di sawah sekalipun. Seorang Muslim tak boleh sembarangan membakar jerami yang dikhawatirkan akan menjalar ke kebun milik orang lain. Mencemari lingkungan juga bisa diartika sebagai tindakan mengganggu tetangga atau orang lain.
Tindakan itu dalam Islam digolongkan sebagai maksiat badan. Di antara maksiat badan itu adalah durhaka terhadap orang tua, melarikan diri dari medan pertempuran, memutus tali persaudaraan dan menggagung tetangga dengan gangguan yang nyata, salah satunya mencemari lingkungan sekitar.
Rasullah SAW bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka janganlah mengganggu tetangganya.”
Demikianlah, ajaran Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam menyerukan kepada umatnya untuk melindungi dan melestarikan alam dan lingkungan hidup.