REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peredaran minuman keras di berbagai minimarket secara bebas menuai keprihatinan kalangan ormas Islam. Pemerintah diminta tegas dan bisa menjadi teladan bagi pembentukan karakter bangsa.
"Umat Islam di Indonesia bagai singa ompong yang lumpuh kakinya. Sudah jelas miras haram hukumnya, tapi tetap dibiarkan. Biar pun ulama bertindak, kalau pemerintahnya tak bijak, percuma," ungkap Ketua Umum PP Hidayatullah, Abdul Mannan, Senin (21/5).
Dengan kata lain, Mannan ingin menyatakan segala putusan kekuasaan ada di tangan pemerintah. Tapi, di lapangan faktanya terlihat ada pihak lain yang mendikte kebijakan pemerintah untuk melarang peredaran minuman beralkohol secara bebas atas nama sumber pendapatan pemerintah.
Padahal, sebutnya, jika pemerintah jeli pendapatan dari pajak minuman tadi hanya sebesar 20 persen saja. "Kalau pemerintah konsisten pada pelaksanaan falsafah Pancasila sila pertama, tentu lebih mengutamakan aspek moral dan religi daripada sekadar memperbolehkan peredaran bebas minuman yang merusak syaraf dan kesehatan masyarakat," papar Mannan.
Maka, dia mengingatkan kembali fungsi pemerintah laiknya sebagai guru bangsa bagi rakyatnya. Sehingga bukan hanya menuruti hawa nafsu pihak luar untuk memasukkan barang haram. Lantaran penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim, butuh kebijakan negara yang mendukung pelaksanaan ibadah maupun fikih Islam secara kondusif.
"Saya sangat prihatin dengan peredaran miras yang kini mudah diperoleh. Meski ormas telah melakukan kontrol sosialnya melalui aksi dari suara batinnya, tetap tak diperhatikan. Jadi, tutup saja pabrik mirasnya!" tegas Mannan.
Selain pertimbangan larangan secara fikih Islam, Mannan melihat penegakan hukum di Indonesia harus dilakukan. Sehingga segala aturan yang dikeluarkan oleh pemimpin mempunyai kewibawaan serta dipatuhi seluruh rakyatnya.