Jumat 05 Dec 2025 09:26 WIB

Wali Nanggroe Akhirnya Bersuara Soal Bencana yang Menerjang Aceh, Serukan Investigasi Pemicu Banjir

Tgk Malik juga menyoroti perlunya penghentian deforestasi di wilayah hulu.

Wali Nanggroe Aceh yang juga mantan Perdana Menteri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Malik Mahmud menyampaikan sambutan pada peringatan 12 Tahun Damai Aceh di Banda Aceh, Aceh, Selasa (15/8).
Foto: Antara/Ampelsa
Wali Nanggroe Aceh yang juga mantan Perdana Menteri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Malik Mahmud menyampaikan sambutan pada peringatan 12 Tahun Damai Aceh di Banda Aceh, Aceh, Selasa (15/8).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH — Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haythar akhirnya bersuara soal bencana hidrometeorologi yang menewaskan ratusan warga Sumatera, khususnya Aceh, belakangan ini.

Tgk Malik menyerukan pembenahan sistemik terhadap tata kelola lingkungan, penegakan hukum, reformasi kebijakan pembangunan hingga investigasi sebagai upaya mengatasi bencana hidrometeorologi di Aceh.“Kita harus menjadikan pengalaman pahit ini sebagai titik balik,” kata Tgk Malik Mahmud Al Haythar, di Banda Aceh, Kamis (4/12/2025).

Baca Juga

Wali Nanggroe menyampaikan duka mendalam atas hilangnya nyawa, kerusakan infrastruktur, serta kerugian besar yang dialami masyarakat. Untuk itu, seluruh pemangku kepentingan harus memperkuat solidaritas dan memastikan tidak ada satupun warga terabaikan.

photo
Warga menggunakan kabel baja yang untuk menyeberangi Sungai Juli pascaputusnya Jembatan Juli di jalan lintas Bireuen - Takengon, Aceh, Selasa (2/12/2025). Kabel baja yang didesain khusus relawan bencana menjadi sarana penghubung untuk memobilisasi warga dan barang sejak putusnya jembatan Juli pada 26 November 2025 akibat banjir luapan Sungai Peusangan. - (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Tgk Malik menyoroti perlunya penghentian deforestasi di wilayah hulu dan daerah aliran sungai, menerapkan tata ruang berbasis risiko bencana di seluruh kabupaten/kota, serta membangun infrastruktur pengendali banjir dan jembatan yang tahan terhadap kondisi ekstrem.

Pengendalian pencemaran air akibat pertambangan ilegal berbasis merkuri juga diperlukan, memperkuat sistem peringatan dini berbasis sensor dan teknologi satelit, serta memberantas aktivitas tambang dan pembalakan liar melalui kolaborasi antara lembaga adat, pemerintah, serta penegak hukum.

 

Hidayat, warga Desa Lhok Ang, menjelaskan soal tumpukan gelondongan kayu yang hanyut bersama banjir bandang di tepi Daerah Aliran Sungai (DAS) Meureudu, Pidie Jaya, Aceh, Selasa (2/12/2025).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement