Jumat 28 Nov 2025 16:31 WIB

Kiai dan Akademisi Dorong Pesantren Jadi Pelopor Gerakan Ekoteologi Nasional

Pembentukan Ditjen Pesantren dinilai jadi kebutuhan struktural mendesak.

Rep: Muhyiddin/ Red: A.Syalaby Ichsan
Pesantren (Ilustrasi).
Foto: Antara/Arief Priyono
Pesantren (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kiai dan akademisi mendorong pesantren menjadi pelopor gerakan ekoteologi nasional, yakni pendekatan keagamaan yang menempatkan pelestarian lingkungan sebagai bagian integral dari spiritualitas Islam. Dorongan ini mengemuka dalam Halaqah Penguatan Kelembagaan bertema “Pesantren, Ekoteologi dan Kemandirian Ekonomi Umat” yang digelar di UIN Jakarta. 

Forum yang mempertemukan para kiai pengasuh pesantren besar, akademisi, dan pejabat Kementerian Agama (Kemenag) ini menghadirkan gambaran komprehensif tentang masa depan pesantren sebagai pusat pembentukan peradaban yang lebih modern, terstruktur, dan berdaya saing.

Baca Juga

Dalam pemaparannya, Pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta KH Ahmad Mahrus Iskandar menegaskan, pesantren memiliki potensi besar menjadi garda depan gerakan ekoteologi. Ia menilai kekayaan ekologis Indonesia seharusnya melahirkan kesadaran lingkungan yang kuat di lingkungan pesantren.

photo
Kirab Hari Santri Nasional. Wakil Ketua Tanfidzziah PWNU DKI Jakarta Munahar Muchtar (kedua kiri) menyerahkan patakan NU kepada Pengasuh PP Asshiddiqiyah Pusat Ahmad Mahrus Iskandar saat penyambutan Kirab Hari Santri Nasional di Ponpes Asshiddiqiyah, Jakarta, Sabtu (21/10). - (Republika/ Wihdan Hidayat)

Ia mencontohkan praktik ekoteologi di Pondok Pesantren Darunnajah, seperti pemilahan sampah, efisiensi penggunaan air, hingga sistem penyiraman otomatis untuk area penghijauan. “Gerakan ekologis harus dibangun secara terstruktur melalui kurikulum, pembiasaan santri, hingga unit usaha berbasis lingkungan,” ujar dia dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (28/11/2025).

Selain aspek lingkungan, Darunnajah juga mengembangkan model kemandirian ekonomi melalui wakaf produktif, pertanian, peternakan, dan unit-unit usaha profesional. Hampir setengah kebutuhan operasional pesantren kini dapat dipenuhi tanpa ketergantungan pada bantuan eksternal. 

Dari 1.117 hektare aset yayasan, lebih dari 1.000 hektare merupakan hasil pengembangan wakaf produktif. “Amanah masyarakat datang seiring kesungguhan kita mengelola,” ucap Kiai Mahrus.

photo
Ilustrasi Pondok Pesantren - (ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement